Agar Ide dibeli atasan adalah salah satu artikel yang ada di Harvard Business Review di bulan Desember 2021. Artikel ditulis oleh Ethan Burris, pemegang Neissa Endowed Professorship dalam Bisnis dan Direktur Pusat Kepemimpinan dan Etika di Sekolah Bisnis McCombs, University of Texas di Austin.
Anda memiliki ide bagus: perubahan produk yang akan menghemat uang perusahaan, perubahan proses untuk meningkatkan produktivitas tim, atau rencana untuk mengatasi krisis yang mengancam. Hanya ada satu hambatannya: Anda tidak yakin bagaimana mendekati atasannya tentang hal itu, atau lebih buruk lagi, Anda telah mencoba dan gagal mendapatkan perhatian atasan.
Meski sudah banyak penelitian yang membahas nilai inovasi bottom up, banyak pekerja masih merasa terkekang saat memberikan umpan balik atau memberi saran kepada atasan mereka. Sebuah survei yang dilakukan terhadap pekerja di Amerika Serikat menemukan bahwa 70% pekerja tidak nyaman untuk mengangkat masalah dengan bos mereka, bahkan ketika masalah itu penting. Sebuah studi tahun 2003 menemukan bahwa 85% karyawan menahan ide mereka karena takut untuk berbicara.
Penelitian lain menunjukkan bahwa ketika karyawan bicara, saran mereka biasanya tidak mengarah pada perubahan. Sebagai contoh, sebuah studi Accenture menunjukkan bahwa hampir tiga perempat dari ide yang disampaikan melalui media online perusahaan tidak pernah diimplementasikan. Studi lain dari sebuah rumah sakit menemukan bahwa dari 200 ide yang disampaikan oleh karyawan, sebagian besar awalnya ditolak, dan kurang dari seperempatnya yang pernah diterapkan.
Selama dua dekade terakhir, Ethan Burris telah mempelajari bagaimana cara karyawan menawarkan ide/ rekomendasi/ saran baik yang diminta maupun yang tidak diminta, serta bagaimana manajer merespons. Memang, ada banyak faktor mengapa ide—termasuk ide dari para pemimpin senior—gagal diimplementasikan. Tetapi terlalu sering ide-ide bagus diabaikan atau ditolak.
Burris menemukan bahwa ada dua faktor adalah kunci untuk ide yang diterima yaitu memiliki kepercayaan diri untuk menyampaikannya serta mengetahui bagaimana membingkainya untuk mendapatkan penerimaan terbaik dari atasan. Beberapa manajer memang tidak dapat didekati dan tidak responsif, tetapi penelitian menunjukkan bahwa mayoritas lebih terbuka terhadap ide dan saran—asalkan mereka didekati secara efektif.
Dalam penelitian yang dilakukan Ethan Burris dan timnya, di organisasi perawatan kesehatan, restoran, minyak dan gas, teknologi, dan layanan keuangan, mereka telah menemukan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mmenyampaikan ide agar didengar. Kami telah menemukan bahwa kunci untuk menjual ide Anda ke rantai komando adalah memahami psikologi atasan untuk masuk ke dalam kepala mereka. Berikut tip agar ide ‘dibeli’ atasan.
- Understand Your Manager’s Insecurities.
Saat memutuskan akan berbicara ke atasan tentang ide atau masalah di tempat kerja, sebagian besar karyawan pertama-tama memikirkan diri mereka sendiri. Apakah saya ingin mengambil risiko (malu) karena ide ditolak oleh bos? Apakah manajer saya akan melihat saya sebagai seorang yang suka mengeluh (dengan ide yang disampaikan), orang yang suka khawatir, atau orang yang suka menjadi provokator? Namun, hanya sedikit orang yang fokus pada ego manajer mereka. Apa yang akan dirasakan atasan saya saat menerima saran ini?
Menjadi atasan/ manager/ leader itu mempunyai tanggungjawab yang berat. Demikian juga dengan harapan yang berat yang ada di pundaknya. Seperti ada aturan yang tak tertulis yang menyatakan bahwa pemimpin seharusnya tahu semua hal dan bisa mengerjakan apapun. Hal itu bisa membuat mereka merasa tidak aman dan membuat mereka kurang terbuka terhadap ide-ide bawahan.
Burris juga melakukan survey terhadap manajer berpendidikan tinggi—ahli kimia, ahli geologi, ahli geofisika, insinyur perminyakan dan lingkungan, pengebor, dan staf eksekutif—di sebuah perusahaan minyak dan gas multinasional. Ia menemukan bahwa meskipun para pemimpin itu sangat berhasil, banyak dari mereka yang kurang percaya diri dalam kemampuan mereka memimpin.
Dalam studi lain, Burris menemukan bahwa manajer 35% lebih kecil kemungkinannya untuk meminta nasihat dari karyawan/ tim yang dipimpin. Dan studi lanjutan terhadap lebih dari 130 manajer di seluruh industri menunjukkan bahwa manajer yang tidak aman memberi pekerja yang suka menyampaikan uneg-unegnya 21% lebih rendah—dan menjalankan ide-ide yang mereka sampaikan 14% lebih jarang—dibandingkan manajer yang merasa lebih nyaman dalam peran mereka. Tentu saja, tidak semua manajer seperti itu lho..
Memang, idealnya ketika Anda mengusulkan ide kepada atasan, Anda sudah meletakkan dasar dengan membangun kepercayaan dan niat baik. Memberi manajer Anda umpan balik positif dan mengungkapkan rasa terima kasih dapat membantu dalam hal ini, asalkan sentimennya tulus dan disampaikan jauh sebelumnya. Ini bisa berupa sesuatu yang sederhana seperti, “Saya sangat menikmati presentasi itu” atau “Terima kasih atas dukungan Anda dalam pertemuan hari ini.”
Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Adam Grant, Sharon Parker, dan Catherine Collins, manajer memperhatikan apakah karyawan mereka cenderung membantu diri mereka sendiri atau membantu orang lain. Dengan secara rutin mendukung rekan kerjanya, karyawan mengirimkan sinyal bahwa saran yang disampaikan dirancang untuk meningkatkan organisasi secara keseluruhan—dan posisi atasan tentunya.
Jangan lupa, bingkailah saran yang ingin disampaikan dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. KIta juga dapat merujuk komunikasi dengan atasan sebelumnya. Misalnya, “Bapak kemarin menyampaikan bahwa saat ini kita fokus kepada desain intuitif. Inilah ide saya untuk meningkatkan kemudahan penggunaan produk X.” Atau bisa juga, “Saya memikirkan kembali email yang Bapak kirim mengenai pentingnya keragaman dan kesetaraan. Usulan ini adalah cara untuk meningkatkan tujuan yang hendak kita capai di bidang tersebut.”
2. Avoid Mixed Messages
Cara kedua agar ide dibeli atasan adalah dengan “avoid mixed messages.” Saat menjual ide, orang sering membingkainya dengan menggabungkan dua pesan: manfaat jika melakukan usulan yang disampaikan dan risiko jika tidak bertindak. Ini cara yang salah. Dalam lima studi para eksekutif dari lusinan industri, Burris dan koleganya belajar bahwa manajer lebih cenderung mendukung pesan yang berfokus pada peluang atau ancaman; bukan kombinasi dari keduanya.
Dalam salah satu penelitian, Burris dan timnya menganalisis lebih dari 850 ide yang diajukan oleh 350 karyawan dalam sistem rumah sakit di Midwest. Mereka mengajukan saran tentang bagaimana meningkatkan kepuasan staf, kualitas perawatan, kepuasan pasien, dan keselamatan pasien. Mereka menemukan bahwa ketika proposal mengacu pada peluang dan ancaman, manajer harus mengerahkan lebih banyak upaya untuk memahami sifat, tingkat keparahan masalah, solusi, dan mengapa proposal tersebut lebih baik daripada kondisi yang ada saat ini. Dengan dua kondisi yang diajukan (peluang dan ancaman), akan memerlukan pengawasan tambahan dan menambah aktivitas manajer untuk mengevaluasi ide-ide tersebut. Ini seringkali mengarah pada penolakan. Di sisi lain, proposal yang menggunakan satu pendekatan saja (pelung atau ancaman saja) akan lebih mungkin diterima.
Nah, mana yang lebih mudah disetujui antara yang fokus pada peluang atau ancaman? Penelitian Burris mengungkapkan bahwa karyawan harus mencoba untuk membedakan apakah manajer yang mereka pimpin memiliki “fokus promosi” (yaitu, mereka fokus pada aspirasi, cita-cita, masa depan, dan bermain untuk menang) atau “fokus pencegahan” (mereka ‘sibuk agar tetap waspada, mengelola kerugian, dan bermain untuk tidak kalah) dan kemudian menyusun proposal yang sesuai.
Manajer yang berfokus pada promosi ingin tahu bahwa bagimana ide bisa menghadirkan peluang baru dan menarik dengan keuntungan luar biasa jika dijalankan. Sedangkan manajer yang berfokus pada pencegahan ingin mengetahui bagaimana saran tersebut akan membantunya menghindari masalah atau kerugian. Penelitian Burris di beberapa studi yang melibatkan lebih dari 800 manajer garis depan menunjukkan bahwa menyesuaikan pesan dengan kepribadian manajer dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sebuah ide akan didukung sebesar 15% hingga 18%.
Tidak ada cara pasti untuk mendiagnosis fokus manajer Anda, tetapi kebanyakan orang bisa melihatnya. Apakah manajer Anda peduli dengan: mematuhi aturan, mengikuti SOP, dan menjunjung tinggi kebijakan perusahaan, berhati-hati dalam menjalankan rencana, teliti dengan detail pekerjaan? Jika demikian, dia mungkin memiliki fokus pencegahan. Atau apakah manajer Anda suka memulai proyek tetapi tidak harus menyelesaikan semuanya? Apakah dia sering berbicara tentang masa depan, tidak suka detail, Kesalahan kecil ditolererir? Jika demikian, kemungkinan besar dia memiliki fokus promosi.
3. Make Implementation Easy
Cara ketiga agar ide dibeli atasan adalah dengan memudahkan cara implementasinya. Ini penting karena meskipun manajer melihat manfaat dalam sebuah ide, tidak ada jaminan mereka akan mendukungnya di tengah berbagai tantangan dan prioritas yang bersaing.
Dalam sebuah studi yang terdiri dari UGD rumah sakit besar, perusahaan real estat komersial, dan perusahaan kontraktor pertahanan, Burris menemukan bahwa manajer biasanya mengevaluasi ide yang dihasilkan karyawan dengan mempertimbangkan tiga pertanyaan: 1) Sumber daya keuangan dan manusia apa yang diperlukan untuk mengimplementasikannya? 2) Seberapa sulitkah untuk meminta bantuan orang lain? 3) Apakah layak untuk mencurahkan waktu, energi, dan modal politik?
Contoh: Seorang dokter menyarankan agar aliran pasien ke UGD dapat dikelola lebih efektif dengan menggunakan perawat tambahan untuk pasien. Manfaatnya banyak: Pasien akan menerima perawatan kritis lebih cepat, biaya akan turun. Tetapi, untuk menjalankan ide itu memerlukan jumlah tenaga tambahan, tantangan penjadwalan, dan akan menyebabkan kekurangan staf di bidang lain dari rumah sakit, seperti ICU dan ruang operasi. Dokter itu belum cukup memikirkan tantangan tersebut sebelum berbicara dengan manajernya, jadi ide itu dengan cepat ditolak manajer.
Seorang perawat yang ajak bicara berbagi cerita serupa. Dia mengusulkan sistem yang lebih baik untuk menangani pasien psikiatri dan pasien mabuk yang membebani UGDnya, tetapi karena rencana tersebut memerlukan koordinasi dengan berbagai kelompok eksternal—polisi, layanan sosial, pembuat kebijakan, dan lainnya, yang masing-masing memiliki kontak berbeda di dalam rumah sakit— bosnya tidak bisa melihat cara terbaik untuk mewujudkannya. Jika dia memikirkan bagaimana hubungan itu dapat dikelola, proposalnya mungkin akan lebih menarik.
Sebuah kisah menarik dari sebuah rumah sakit. Karena rumah sakit tersebut adalah satu-satunya pusat trauma Level 1 di wilayah tersebut, hal itu menarik banyak perhatian media setempat. Mulai dari reporter yang meliput cedera sensasional hingga fotografer yang menangkap artis lokal yang sedang dirawat. Manajer, perawat, dan dokter menghabiskan waktu untuk berurusan dengan media. Alih-alih menyarankan rumah sakit untuk mempekerjakan staf humas tambahan atau membuat proses yang mahal dan rumit untuk menangani media, dokter membuat satu saran sederhana: mendirikan penghalang privasi di pintu masuk ambulans untuk mencegah media melihat pasien yang datang. Praktis.
Jadi sebelum Anda mendekati atasan untuk menyampaikan ide, pikirkan beberapa tantangan potensial lain yang bisa dijalankan. Anda mungkin akan membatalkan ide Anda—tetapi secara umum, memikirkan hambatan akan memperkuat argumen Anda, jelaskan bagaimana anggaran digunakan tanpa memberikan tekanan yang tidak perlu pada bisnis yang sedang berjalan. siapa yang perlu dilibatkan, dan jangan lupa untuk menyampaikan bahwa ide Anda selaras dengan nilai dan strategi organisasi—dan manfaat bagi manajer Anda.
4. Leverage Colleagues
Melibatkan kolega. Karyawan sering gagal mendapatkan dukungan dari rekan kerja sebelum mengajukan ide ke atasan. Dalam satu penelitian yang dilakukan Burris, hampir 60% orang berbicara langsung dengan manajer mereka sebelum ide tersebut di test oleh kolega mereka. Ini penting karena pertanyaan pertama yang sering diajukan manajer kepada diri mereka sendiri adalah apakah masalah tersebut merupakan masalah besar yang memengaruhi banyak pemangku kepentingan—atau hanya sebatas ide yang sedang hangat-hangatnya dibahas.
Ingatlah bahwa, banyak dukungan dari kolega jelas lebih persuasif daripada hanya satu, dan hal ini akan memberi Anda kredibilitas. Sebelum mendekati atasan Anda, bagikan pemikiran Anda dengan rekan kerja Anda, mintalah masukan tentang hal itu, dan tanyakan apakah Anda dapat menyebutkan dukungan mereka atau apakah mereka bersedia bergabung dengan Anda dalam mempresentasikan ide tersebut. Di beberapa penelitian, karyawan yang mengajukan ide bersama, 15% hingga 20% lebih berpengaruh daripada mereka yang berbicara hanya atas nama mereka sendiri.
Mungkin Anda perlu mempertimbangkan untuk meminta rekan kerja mempresentasikan ide Anda untuk Anda. Kolega yang memiliki hubungan yang lebih baik dengan atasan, mungkin lebih persuasif daripada Anda. Lebih baik lagi jika Anda dapat memilih seseorang yang tidak akan mendapat manfaat langsung dari ide yang disampaikan; argumen orang seperti itu cenderung dianggap lebih sah. Dalam studi yang sedang dijalankan, Burris dan timnya menemukan bahwa orang yang berbicara atas nama orang lain 57% lebih berpengaruh daripada mereka yang berbicara untuk diri mereka sendiri.
5. Pitch to the Right Person
Menyampaikan kepada orang yang tepat. Jika ternyata atasan Anda tidak mempunyai kapasitas untuk mewujudkan ide Anda, maka tidak ada gunanya Anda menyampaikan hal tersebut. Misalnya, seorang karyawan restoran berbicara dengan manajer shiftnya tentang upah yang lebih rendah yang diperoleh oleh orang-orang yang telah bekerja di perusahaan selama bertahun-tahun dibandingkan dengan yang diperoleh oleh pekerja yang kurang berpengalaman. Di akhir pembicaraan, dia segera menyadari bahwa bosnya tidak memiliki kendali atas kebijakan kompensasi; HR yang melakukannya. Dan dengan membawa masalah itu ke orang yang salah, dia lebih mungkin menyebabkan frustrasi daripada menginspirasi perubahan positif.
Pendekatan yang jauh lebih baik adalah meminta atasan Anda sebagai sekutu dalam menjual ide Anda ke departemen yang tepat atau ke manajemen. Dekati manajer Anda sebagai kolaborator dan mintalah bantuannya dalam menyusun saran Anda dengan cara yang berlaku.
Untuk menjual ide Anda ke level yang lebih atas, pikirkan tentang psikologi di balik penolakan manajer dan atur ulang proposal Anda dengan cara yang membuat Anda menjadi pendukung perubahan yang lebih persuasif.