Mengatur Warehouse

Mengatur Warehouse

Mengatur Warehouse. Bagian warehouse biasanya menyita perhatian cukup banyak dalam hal ini. Terutama mereka yang membuat pengambil kebijakan atau pelaku bisnis. Mengapa? Karena sering disalahpahami bahwa warehouse sebenarnya adalah harta perusahaan. Kesalahan pengontrolan akan berakibat fatal. Sehingga dalam banyak kasus, stock taking itu bukan tanggung jawab gudang, tetapi penanggungjawabnya malah finance. Gudang hanya pelaksana saja. Bahkan di banyak perusahaan, ketika stock taking, pelaksana saat dilakukan penghitungan, seluruh departmen terlibat. Gudang sudah pasti terlibat. Namun kru untuk menghitung seluruh stock belum tentu cukup meski untuk harian mereka cukup karena pekerjaan harian hanya melakukan parsial saja, hanya terus menerus. Tidak jarang bahwa gudang secara fisik tidak cukup terdapat hanya di satu tempat saja. Apalagi jika barangnya memang bulky, akan memakan waktu ketika menghitungnya.

Kita akan memulai dari hal mendasar. Apa dan bagaimana mengatur warehouse? Mari kita bahas satu per satu namun kembali bahwa penulis tidak akan membahas detilnya dan terjebak pada hal-hal yang bersifat teknis.

Pertama sekali adalah perencanaan untuk setiap part. Ini adalah pembentukan semacam database untuk setiap part. Apa isi detailnya? Meski sebaiknya tak membahas detilnya namun kita bahas sedikit tentang isinya. Ada beberapa yang masuk sebagai dasar database, yaitu

  1. Part number, atau penomoran. Jika memungkinkan, paling mudah gunakan nomor yang sudah digunakan oleh vendor sehingga tidak terjadi penamaan nomor baru. Masalah mulai terjadi ketika duplikasi soal penomoran. Mengenai hal ini, diskusikan dengan team engineering karena soal penomoran ini sebaiknya menggambarkan barang.
  2. Kriteria material. Umumnya kriteria dasar adalah barang yang dibeli atau purchased part atau dibuat atau Make Part. Kriteria ini untuk membedakan mana barang yang dibeli dari awal, atau barang yang telah mengalami proses baik barang jadi atau barang setengah jadi.
  3. Standard Pack Quantity. Ini adalah salah satu yg akan terjadi perdebatan panjang antara gudang dan purchasing. Penulis ambil contoh saja. Menurut bill of material, kebutuhan produksi dan menurut sales, setelah dihitung, gudang hanya membutuhkan 50 pcs material saja. Namun barang yang datang dari vendor, 1 pack kecil, standardnya misal 75 pcs dalam satu kardus. Akan terjadi tarik ulur karena pihak gudang tidak menginginkan material berlebih atau menyimpan barang yang nggak perlu. Kami tidak akan diskusikan bagaimana penyelesaiannya karena sangat teknis namun perlu diketahui bahwa ini akan jadi asal muasal disain gudang.
  4. Type container, barang bisa berupa kotakan, bisa berupa karungan/padatan, cairan atau cuma satuan atau pcs.
  5. Nama Supplier
  6. Lokasi Supplier,
  7. Lokasi Penyimpanan
  8. Cara Handling
  9. Rute Handling
  10. Ukuran dimensi
  11. Ukuran berat
  12. Dll, detil database pada prinsipnya tergantung kebutuhan.

Kita tidak akan terjebak dalam teknis soal penataan database. Namun perlu diperhatikan bahwa data ini adalah data yang penting untuk mendisain gudang.

Selanjutnya adalah penentuan cara supply. Ada banyak cara. Semua ini tidak ada benar dan salah, tergantung kebutuhan terbaik dari setiap perusahaan. Cara yang paling mudah dimulai dari berikut ini.

  1. Push System. Kita tahu bahwa asal muasal kebutuhan itu berdasarkan dari bill of material yang disusun oleh engineering. Contoh, misalkan anda mau merakit mobil, kebutuhan ban dalam 1 mobil itu 5 (1 serep), maka jika seminggu mau merakit 10, maka ban butuh 50. Pertanyaannya, apakah team produksi akan dipaksa untuk menerima 50 ban? Jika dengan sistem push ia akan terpaksa memenuhi ruang Produksi dengan 50 ban.
  2. Pull system, artinya produksi hanya mengambil barang sesuai kebutuhan, jika butuhnya hanya 1 set, ya hanya 5 pcs saja dalam contoh diatas. Produksi mengambil sesuai kebutuhan.
  3. Supermarket. Gambaran yang mudah, kita misal ke Indomaret, rak sudah diisi oleh petugas saat mendisplay ke pembeli, ia akan mengambil seperlunya. Lalu bayar. Nah masalahnya, tahu dari mana yang bagian mengisi harus mengisi barang? Ya dari transaksi. Misal, kita isi rak A dengan pensil 20 buah, pembelian 10, ya meski belum melihat, staff gudang tahu bahwa di toko masih ada 10. Ketika menyentuh minimal misal quantity tinggal 5, ia akan mengisi lagi. Demikian seterusnya. Nah di sinilah database gudang itu sangat penting.
  4. Bulky storage. Ini khusus diberlakukan untuk barang-barang yang ukurannya besar. Anda tidak mungkin menyimpan barang dengan ukuran sangat besar di lini produksi. Dalam contoh perakitan mobil, apakah anda akan menyupply 10 chasis? Akan dibutuhkan tempat yang, sangat besar. Lebih kurang seperti itu gambarannya.
  5. Dan seterusnya.

Selanjutnya adalah rute. Tentukan bagaimana rute setiap barang. Rute ini maksudnya apa? Ini terkait soal traffic. Lakukan penentuan lewat mana jalur supply dari vendor, jalur distribusi ke produksi, jalur balik dari produksi jika telah menjadi kit/barang jadi, dll. Rute ini terlihat sepele, namun menentukan pola handling material.

Mudahnya begini. Polisi seringkali memberlakukan ketika masuk ke jalan protokol, hanya satu arah pada saat pagi, lalu melakukan rekayasa jalan, yang akan pulang ke arah A harus mutar lewat stasiun misalnya, semua itu tujuannya untuk memecah kepadatan lalu lintas. Nah demikian pula pola perjalanan yang ada di gudang. Semua tergantung seperti apa peta fisik perusahaan, itu akan menentukan bagaimana rute dari material.

Rute ini bukan hanya material saja namun juga tergantung disain sistem safety di perusahaan. Misal kemana orang-orang bergerak jika misal ada kebakaran, listrik mati, dan sebagainya.

Pembahasan panjang ini adalah pembahasan dasar mengenai bagaimana teknis setup. Nah sekarang adalah hubungan dengan sistem priority yang pernah dibahas di bab sebelumnya. Mengapa hal ini penting.

Kita bahas sedikit soal priority mengatur warehouse. Kita tahu bahwa priority membuat A, B, C, D berdasarkan keburuhan. Jika dalam bisnis telah mengetahui priority, maka mari kita andaikan supaya mudah. Gudang anda adalah 100% total materialnya. Untuk A, proporsinya misal 40%, B, 30%, C 20%, D 10%, maka hal ini proporsinya material juga seharusnya mewakili. Jadi pada pembelian juga harus mengikuti kebutuhan. Setelah di total, akan tahu berapa seharusnya kebutuhan volume gudang atau space yang seharusnya digunakan. Dan ini juga berdampak berapa lead time yang bekerja pada setiap material. Inilah mengapa, gudang itu harus bekerja sama dengan engineering, purchasing, produksi, delivery, custom jika barangnya import. Karena akan menentukan berapa leadtime setiap barang dalam klasifikasi A, B, C, maupun D.

Bagian akhir ini tidak panjang membahas prinsipnya, namun panjang pada pelaksanaannya. Anda tidak bisa hanya sehari dua hari membenahinya. Bahkan dalam beberapa kasus, sampai tahunan seperti yang dialami oleh penulis.

Dalam hal ini penulis belum membahas teknis software ERP yang akan sangat membantu. Karena di jaman serba internet ini pemakaian software itu sangat penting. Nanti ada chapter khusus untuk membahasnya.

Paham ya sekarang secara prinsip bagaimana cara mengatur warehouse? Selamat berjuang….

gambar: blog.shipper.id

Leave a Reply

Your email address will not be published.