Purchasing. Ketika kita bicara purchasing, maka kita akan berpikir pembelian relatif tidak terlalu berhubungan dengan sales. Kaitannya sangat erat. Terutama dengan soal prioritas yang telah dibahas sebelumnya. Kita akan bahas dari awal.
Prinsip utama purchasing ya paling mudah adalah seperti para ibu-ibu rumah tangga pada umumnya, membeli entah barang atau jasa yang berkualitas dan harganya murah atau ekonomis. Itu adalah mudahnya purchasing. Permasalahannya adalah ketika kita mendefinisikan apa itu kualitas. Kualitas terkait beberapa hal.
Pertama, kualitas yang paling mudah adalah soal kualitas barang. Pada prinsip umum, kualitas ini berlaku hukum yang umum kita ketahui, yakni ada barang ada harga. Pernah kita lihat bukan salah satu varian mobil Mercedes tentang bagaimana kualitas dibangun? Test apa saja yang dilakukan? Ada beberapa video yang tersebar di YouTube kalau anda mau mencari. Dalam hal ini, kita jika membandingkan dengan mobil lain akan sangat berbeda. Jadi tidak heran mengapa harga Mercedes itu jauh lebih mahal. Namun pertanyaan, apakah kita butuh? Jawabannya belum tentu. Kalau cuma untuk misal armada pengiriman, mengapa kita tidak memakai Daihatsu box saja misalnya? Ya karena kebutuhannya cukup sampai itu saja. Maka kualitasnya dalam hal ini sangat tergantung spesifikasi kebutuhan.
Kedua, harga. Ini menempati porsi paling banyak. Maunya semua orang akan memilih harga paling murah. Kita terutama pada barang-barang konsumer, tidak heran jika harga murah atau diskon maka akan diserbu pembeli padahal belum tentu butuh. Perilaku ini jamak pada barang-barang konsumer misal tas, sepatu, atau fashion pada umumnya. Dalam skema bisnis, padahal yang utama adalah penjualan mencapai titik tertentu sampai untung. Contoh yang mudah, perusahaan menjual kulkas dimana kulkas dibuat sendiri, artinya komponen yang dibeli itu untuk produksi. Biaya harga pokok penjualan sudah dihitung. Pembelian pada semua komponen memiliki target tertentu. Jadi harga pembelian selama tidak melebihi batas, sebenarnya nggak masalah kan?
Apa skill yang diperlukan? Di sini dibutuhkan skill cost breakdown. Mari kita lihat contoh yang mudah. Kita ambil contoh di atas supaya nyambung. Kulkas di pasaran seharga Rp 2.5 juta, Ini adalah harga end user atau mudahnya harga toko. Penjual mengambil keuntungan bervariasi kisaran 15-20 %. Asumsi dasar ia mengambil keuntungan 20%. Maka harga beli dia ke dealer itu Rp 2.5 jt – 500 ribu, harga yg ia beli adalah Rp. 2 jt. Dealer membeli ke pabrik. Secara umum dealer mengambil keuntungan lebih kecil karena jumlah transaksi relatif lebih besar. Asumsi keuntungan dealer kisaran 15%, maka harga jual pabrik adalah Ro 1.85 jt, umumnya harga pokok penjualan berkisar 60-70%, sisanya biasanya berkisar pada marketing cost, distribusi, warehouse, dan lain-lain. Jadi harga utama pokok buat produksi asumsi 60% hpp, adalah hanya Rp 1.1 jt. Katakanlah setelah dihitung, biaya produksi mencapai 40%, maka komponen semua mencapai 60%. Ini tergantung produk, industrial engineering, process engineering, dan lain-lain. Dalam hal ini maka pembelian komponen maksimal mencapai Rp. 660 ribu saja.
Perhatikan bahwa harga end user Rp 2.5 jt, ketika dibreakdown, biaya komponen hanya Rp 660 ribu saja. Contoh ini adalah contoh cost breakdown. Bahwa harga itu tidak selamanya. Kalau anda bisa mendapatkan komponen sesuai target, mengapa tidak? Kemampuan ini yang seharusnya dimiliki oleh buyer dimanapun apapun barangnya. Perlu diingat, bahwa karakter barang dan jasa apalagi terkait dengan barang-barang proyek, karakternya sangat berbeda dengan barang-barang konsumer.
Jadi jangan heran ya jika anda pembeli lalu punya hak untuk menanyakan kok harga anda sekian, saya mau tahu breakdown cost anda? Dari mana asalnya? Ini adalah hak anda.
Ketiga adalah kriteria kualitas. Apa pertimbangan orang membeli sesuatu produk atau jasa? Mudahnya kita tentu tak ingin membeli barang, secara spesifikasi sih bagus, tapi ngirimnya payah, supplynya semaunya. Paling mudah untuk membuat kriteria kualitas adalah QCD, Quality dari sisi spesifikasi, Cost dilihat dari breakdown dan target cost, Delivery atau kemampuan pengiriman-ini biasanya tergantung kapasitas vendor, permodalan, dan lain-lain.
Kita tidak akan diskusikan lebih detail soal teknis purchasing karena membutuhkan soft skill lain seperti negosiasi, term financial, aspek legal dan lain-lain. Kita akan mulai mendistribusikan apa efeknya priority berdasarkan karakter customer.
Sedikit kita ulangi, priority itu terbagi 4, A kategori Order to Stock, B Assembly to Order, C Make to Order, dan terakhir Engineering to Order. Perhatikan bahwa hal ini akan berpengaruh pada pemilihan vendor?
Kita ulangi, priority A, menyebabkan vendor yang dipilih harus memiliki kemampuan supply dan kualitas yang stabil serta memadai. Vendor jenis ini biasanya vendor yang sudah established. Suatu saat Mitsubishi di salah satu perusahaan assembly kulkas mempertanyakan, mengapa anda (si buyer) memilih A? A saat itu punya masalah kualitas yang tak stabil. Mitsubishi tidak mau mengubah langsung vendor saat itu karena ia tahu tak mudah melakukan training ulang, mengajari spesifikasi, mengecek kapasitas, dan lain-lain. Tetapi ia mempertanyakan bagaimana prosesnya dulu kok bisa melakukan assessment sampai pada kesimpulan memilih A. Apakah ada conflict of interest?
Priority B, mirip dengan A, namun tingkat urgencynya tidak separah A. Artinya masih ada kemungkinan besar waktu untuk mempersiapkan. Namun leadtime harus jelas.
Priority C jauh lebih longgar dan memungkinkan adanya perubahan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan.
Priority D harus sangat berhati-hati dengan soal waktu. Umumnya project, spesifikasi bisa berubah sewaktu dan batas toleransi waktu ketat. Biasanya besaran toleransi sudah dilakukan dari awal dan sulit untuk berubah.
Teknik pemilihan vendor ini sangat tergantung dari tipikal priority yang ada pada perusahaan. Pada prinsipnya, ini adalah contoh utama, detil dari purchasing sangat banyak dan sangat terkait dengan term financial, aspek legal, gudang, produksi dan spesifikasi engineering. Memang kita tidak membahas detilnya namun hanya membahas beberapa point utama. Selalu perhatikan soal risk. Itu point yang sering dilupakan.
Jadi jelas ya, bahwa purchasing itu tidak saja melulu hanya soal uang tetapi karakter customer menemukan?
Tetap semangat…
gambar: procurite