Pengaruh Prioritas dalam Demand Supply sangat besar. Tampak pada chapter sebelumnya dibahas mengenai prioritas demand supply tentang kriteria produk berdasarkan tingkat kebutuhan di dalam bisnis kita. Kita perlu mempersiapkan diri apa sebenarnya efek dari prioritas tersebut. Mari kita bahas satu persatu
Pertama yang perlu kita lihat adalah apa kondisi bisnis kita. Pada umumnya tidak semua bisnis itu mempunyai range yang lebar seperti contoh yang diberikan dalam kendaraan Toyota. Kendaraan pada merk ini mencakup semua jenis kendaraan dari kendaraan keluarga, 4 wheel drive, sporty, saloon, suv, mpv, dan lain-lain.
Dalam demand supply, kriteria ini akan mempengaruhi proses selanjutnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Mari kita bahas satu per satu. Contoh produk dalam kriteria pertama. Umumnya kriteria ini terjadi pada produk-produk yang bersifat common atau komoditi retail secara umum. Misalkan dalam contoh bisnis komoditi fashion, baju kasual misalnya. Secara komersial, produk ini umumnya dibutuhkan secara terus menerus. Apa efeknya? Maka di gudang anda produk ini harus ada sejumlah kebutuhan. Memang jika kita telusuri lebih dalam akan kelihatan klasifikasi yang lebih dalam, misal model, warna, umur target customer, dan lain-lain. Namun prinsip dasar dari prioritas ini adalah produk yang paling sering dibutuhkan. Perhatikan contoh sederhana seperti warung kelontong yang dicontohkan sebelumnya. Kita akan menjumpai komoditas rokok dengan berbagai jenis yang umum, akan dijumpai pada hampir semua warung, tetapi tidak semua warung menjual panci atau sandal misalnya.
Kedua, apa yang disebut Assembly to Order, pada prinsipnya adalah priority kedua, yakni dibuat ketika dibutuhkan. Supaya tidak lama maka dibentuk komponen siap pakai. Bayangan mudah adalah, misalkan anda menjual dompet atau tas, anda memilih tas dengan variasi model, maka anda siap membuat tas dengan model tertentu, gudang anda tidak memiliki tas jadi, tapi potongan pola berdasarkan prioritas siap jahit. Kita akan jahit model X jika ada PO permintaan.
Ketiga, Make to Order, atau dibuat jika ada permintaan. Ini terkait barang-barang khusus. Umumnya membutuhkan Engineering untuk melakukan spesifikasi. Untuk barang seperti ini, kita bahkan tidak memiliki stock sama sekali. Stock hanya dipersiapkan jika ada ordernya. Toyota di Indonesia, tidak membuat produk khusus, pabriknya ada di Jepang, ia akan membeli ke Jepang ketika ada permintaan customer untuk mobil tertentu.
Yang terakhir, adalah Engineering to Order, barang ini lebih spesifik lagi, jika ada spesifikasi khusus yang harus didisain, maka masuk kategori ini. Kita akan lebih mudah mengatakan seperti project, namun secara sederhana kita juga bisa mengatakan seperti tukang jahit. Ya penjahit yang membuat secara khusus kepada pelanggan, akan membuatkan baju berdasarkan ukuran khusus, tiap pelanggan akan beda. Dan karena permintaan secara khusus, maka umumnya sama sekali tidak mempunyai persediaan. Penjahit pun ada kelasnya, misal hanya menjahit jas dan celana formal.
Pengaruh Prioritas dalam Demand Supply. Nah, apa efeknya dari hal ini? Perhatikan bahwa proses ini akan mempengaruhi total proses selanjutnya. Jika dalam bisnis kita ada proses pembuatan barang atau jasa, maka di bagian produksi akan banyak muncul pertanyaan. Misal, berapa kapasitas yang harus dipasang? Anggap, permintaan dari bulan ke bulan ternyata bervariasi, bagaimana kita setup produksinya? Bukankah itu PR besar bagi department Industrial Engineering? Apalagi jika alat produksi itu tak murah, atau pengadaannya tak mudah. Maka hal ini akan menjadi masalah banyak department terkait. Apa ini tak menjadi masalah buat HRD? Ya, ini masalah karena permintaan fluktuatif akan menyulitkan soal jumlah karyawan yang harus direkrut, jumlah lembur yang ekonomis, bagaimana mengatur training, dan masalah lain hubungan industrialis ketenagakerjaan. Kita memang mengenal sistem KKWT, permanent, dengan masing-masing kelebihan dan kelemahan. Apa yang akan dipilih? Bagaimana pula pertimbangan jika memakai jasa outsourcing?
Jika produk dan jasa itu harus membeli atau dilakukan pihak ketiga, maka kita mulai memilih kriteria vendor yang bagaimana yang akan dipilih? Untuk prioritas A, artinya kelangsungan supply itu penting. Kualitas juga harus terjaga betul supaya tidak ada proses yang berulang. Maka memilih vendor yang memiliki kestabilan kualitas supply dan kualitas barang itu harus betul-betul diperhatikan. Artinya, kita akan mengaudit vendor performance, capacity, permodalan, soal legalitas, dan lain-lain.
Jadi terbayang ya, bagaimana kita mengatur engineering, produksi, gudang atau material control, purchasing, delivery baik transport antar negara maupun secara lokal. Apalagi jika produk barang atau jasa kita harus dipasok ke bagian timur Indonesia. Kita tahu bahwa secara umum delivery ke Indonesia timur itu selalu menantang.
Dan seterusnya. Perhatikan bahwa priority ini akan berpengaruh pada setup proses selanjutnya. Kecermatan kita dalam membaca perilaku customer itu menjadi kunci ke disain proses selanjutnya. Jadi, keseimbangan demand supply harus selalu terjaga. Kira-kira mulai terbayang ya efeknya? Pengalaman penulis, karena perilaku customer itu sangat dinamis, maka dibutuhkan selalu pengaturan yang selalu terus menerus.
Pengaruh Prioritas dalam Demand Supply. Salah satu hal yang akan berpengaruh adalah kita menjadi tak mudah menyalahkan pihak customer atau perilaku customer yang berubah sesaat. Kita ambil contoh, dari awal customer memastikan bahwa lead time project misalkan 3 bulan. Lalu dilakukan proses pengadaan barang. Namun karena kondisi tertentu, site project menyatakan barang harus lebih cepat 2 minggu. Apa yang bisa dilakukan operation? Ada beberapa cara, misal dengan mengubah dan komunikasi dengan produsen (misal impor) untuk meng-airfreightkan komponen agar proses lebih cepat. Atau ada cara lain dengan ‘memotong’ jalur distribusi, misal tidak dikirim ke kita sebagai pengimpor namun barang dikirim langsung ke site. Disini kita bekerja sama dengan perusahaan freight forwarder agar invoice dari pabrikan tak langsung ke pelanggan akhir, karena itu jatahnya harusnya invoice ke kita sebagai pengimpor. Kelemahan dari proses ini (jika kita kirim ke site langsung), maka kita sebagai pengimpor, tidak melakukan pengecekan kualitas barang, jadi kita akan tergantung pada QC akhir produsen untuk melakukan pengecekan. Kemungkinan perbaikan akan sangat mungkin terjadi karena barang ketika terjadi pengiriman impor, sangat mungkin terjadi kerusakan. Namun hal ini tidak selalu terjadi, hanya mungkin terjadi. Yang jelas, kita menjadi mafhum atas keadaan, dan mencoba menyelesaikan masalah tanpa harus bersungut-sungut.
Kembali kepada tema utama, pengetahuan atas perilaku customer akan berpengaruh terhadap proses internal kita. Jadi sekarang terbayang ya peta besarnya?
Tunggu lanjutan tulisannya…
gambar: systemicleadershipinstitute.org