Semua Terserah Anda. Kita telah banyak membaca dan mendengar tentang hubungan antara guru dan murid. Siapa yang paling bertanggung jawab pada perkembangan murid? Murid itu sendiri, bukan sang guru! Keputusan untuk mendapatkan pengalaman tentang Tuhan dari sang guru berada di tangan murid itu sendiri. Kebenaran inilah yang kita sebagai aspiran kurang berani hadapi, karena kebenaran ini meletakkan tanggungjawab kesuksesan kita pada bahu kita sendiri!
Saya akan menyampaikan sepenggal cerita yang saya ambil dari Mahabarata. Alkisah, ada seseorang bernama Durna, yang menjadi guru bagi para pangeran. Ia seorang guru perang terbaik di masa itu. Durna seorang yang berdisiplin dan suatu ketika ia mengucap janji bahwa ia hanya akan mengajar para pangeran. Oleh karenanya, semua ilmu yang ia ajarkan hanya akan menjadi milik para pangeran sehingga mereka akan selalu mengungguli orang lain.
Suatu ketika, datang seorang pemuda desa bernama Ekalaya. Ekalaya bertekad untuk belajar dari guru terbaik. Jadi, ia menghadap Durna dan memohon dengan penuh hormat, “Guru, ajari aku.” Sang guru mengetahui bahwa si calon murid berasal dari masyarakat bawah – dari suku pemburu, dan karena ia terikat pada sumpahnya, permintaan itu ia tolak, “Aku tak bisa mengajarimu, karena aku telah bersumpah hanya akan mengajar para pangeran. Pergilah.” Ekalaya pulang dengan kecewa dan perasaan ditolak. Walaupun begitu, ia pantang menyerah. Ekalaya masuk ke hutan dan berdoa. Tujuan utama hidupnya adalah berguru pada Durna, namun ternyata Durna menolak untuk menjadikannya murid. Lalu, apa yang harus ia lakukan?
Ekalaya mengambil lumpur dan dibentuknya menjadi patung yang menyerupai Durna. Saat wujud patung itu telah tampak, Ekalaya bersujud dan berdoa dengan penuh ketulusan dan suara keras, “Mulai hari ini, engkau adalah guruku. Aku akan selalu berdiri di hadapanmu untuk belajar. Mohon ajari aku.” Apa yang ia lakukan setelah berdoa dengan sepenuh hati? Ia bangkit dan membuat sebuah busur dan anak panah, merentangkan busur itu lalu menunggu. Ia hanya menunggu. Doanya begitu sempurna sehingga ia sungguh-sungguh percaya bahwa apa pun yang terlintas di dalam kata hatinya, sebagai inspirasi, ia lakukan. “Tembak ke sana, tembak kemari, lakukan ini, lakukan itu, tarik lebih kuat, tarik agak lemah, bidik ke atas, bidik ke bawah,” ia melakukan apa pun yang terlintas di pikirannya. Setelah beberapa waktu, Ekalaya berhasil menguasai seni memanah.
Beberapa tahun berselang, para pangeran yang telah berguru pada Durna berjalan-jalan di tengah hutan, lalu mereka mendengar seekor anjing menyalak keras. Karena terganggu oleh suara itu, salah seorang pangeran, yaitu Arjuna, yang merupakan pemanah terbaik, mengambil busur dan anak panah, serta bersiap memanah anjing itu jika masih menyalak. Ternyata, anjing itu menyalak kembali. Sebelum arjuna sempat melakukan sesuatu, seseorang dari dalam hutan telah melepaskan lima anak panah ke mulut anjing itu sehingga berhenti menyalak. Ketika melihat hal itu, Arjuna menjadi takut dan bingung! Jelas ia sangat terkejut, karena hal itu sendiri sulit ia lakukan. Arjuna tidak sehebat itu. Ia mencoba mencari pemanah luar biasa itu. Ia masuk hutan dan bertemu Ekalaya. Ia bertanya padanya, “Siapa gurumu?” Ekalaya menjawab, “Durna”.
Mendengar hal itu, Arjuna menjadi sangat marah. Ia berlari pulang untuk menemui gurunya dan berkata, “Kau Ingkar Janji.” Durna bertanya, “Mengapa begitu?” Arjuna menceritakan kejadian di hutan, termasuk ketika Ekalaya mengatakan bahwa Durna adalah gurunya. Durna mengajak Arjuna untuk menemui Ekalaya. Ketika bertemu Ekalaya, Durna masih mengenalinya dan berkata, “Aku tidak pernah mengajarimu. Dulu aku menolakmu.” Ekalaya menjawab, “Ya, Guru, namun aku masuk hutan dan inilah yang aku lakukan.” Durna memintanya menunjukkan kemampuan. Lalu Ekalaya menujukkan segala sesuatu yang ia telah pelajari. Durna tersadar bahwa Ekalaya telah mempelajari lebih dari yang ia ajarkan pada Arjuna, murid kesayangannya. Sampai di sini dulu cerita saya.
Pesan moralnya, walaupun telah melakukan yang terbaik, seorang murid tetap membutuhkan guru. Walaupun sang guru tidak memberinya semua pelajaran, ia perlu mendampingi murid itu. Guru adalah bagian dari Tuhan, yang mengajari Anda untuk selalu berpulang pada Tuhan. Guru tersebut mendampingi Anda sepanjang waktu. Bimbingan selalu siap diberikan untuk Anda setiap saat. Anda hanya perlu menyiapkan diri. Sejumlah agama mengatakan bahwa sekali Anda mengalami kemuliaan seorang guru, semua akan dilaksanakan bagi Anda sehingga Anda tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Semua telah terlaksana. Bebaslah!
Mereka berkata bahwa karma telah membawa Anda pada sang guru sehingga Anda tidak lagi bertanggung jawab atas segala Tindakan Anda. Akan tetapi, sebenarnya tidak demikian. Meskipun Anda datang pada seorang guru spiritual, tindakan dan sudut pandang Anda lah yang berpengaruh besar pada perkembangan Anda. Jangan lempar tanggung jawab pada sang guru; Andalah yang bertanggung jawab. Anda masih menjadi penanggung jawab tindakan, upaya, kedisiplinan, kemauan, dan sudut pandang Anda.
Alkisah ada dua bersaudara yang senang mendengarkan ajaran sang Budha setiap hari. salah seorang dari mereka berubah total. Orang-orang yang mengenal keluarganya melihat bahwa ia kini menjadi seorang manusia baru. Bagaimana dengan yang satunya? Mengapa ia tidak berubah? Sang Budha pasti kurang sesuatu. Oleh karenanya, salah seorang kerabat mereka menemui sang Budha dan bertanya, “O, guru besar, kedua anak ini itu datang padamu. Bagaimana bisa salah satu dari mereka berubah, sedangkan yang lain masih seperti dulu?” Sang Budha menjawab, “Salah seorang dari mereka terbuka, sedangkan yang seorang lagi tertutup.” Semua Terserah Anda
sumber: Vikas Malkani, A Pearl of Awareness
gambar: wallpapergang.com
Semua Terserah Anda