Pelanggan Jadi Pesuruh. Suatu malam, seorang marketer bermimpi bahwa ia sedang menjual mesin fotokopi di sebuah pameran produk teknologi.
“Berapa harga mesin fotokopi ini?” tanya seorang pengunjung.
“Lima juta rupiah,” jawab marketer.
“Empat juta ya?” tawar pengunjung.
“Maaf tidak bisa,” sahut marketer.
“Empat setengah?” tawar pengunjung lagi.
“Pokoknya tidak bisa,” tandas marketer.
Tiba-tiba marketer terbangun dari tidurnya dan mengusap-usap matanya. Ternyata, tak terlihat satu mesin fotokopi atau seorang pengunjung pun. Maka, cepat-cepat ia memejamkan matanya lagi, terus berkata,”Kalau begitu, baiklah. Empat juta boleh Anda ambil.”
Begitulah, sudah menjadi fitrah bagi manusia untuk mencari untung sekecil apa pun. Terutama bagi seorang marketer. Caranya saja yang berbeda-beda.
Di Jogjakarta, tepatnya di depan sebuah dealer motor, ada sebuah warung tenda. Namanya warung tenda, yang dijual pastilah ayam, lele, tempe dan sejenisnya. Mana mungkin jualan baju? Ganjilnya, begitu Anda masuk, penjualnya yakni sepasang suami istri berusia sekitar 60-an malah nyuekin Anda. Serius? Memang kami suka bercanda, tetapi kali ini kami serius!
Paling banter, Anda cuma di kasih tahu di mana tempat bahan-bahan yang sudah dibumbui dan tempat minuman. Selanjutnya, Anda dipersilahkan untuk menggoreng sendiri, meracik sambal sendiri, dan mengambil minum sendiri. Yah, begitulah. Soal rasa? Yah, beda-beda. tergantung Anda sendiri. Ternyata ramai sekali mahasiswa yang kepincut untuk mengisi perutnya di sini.
Ketahuilah bahwa pelanggan bukan lagi raja. Berilah perintah kepada pelanggan Anda. Sekali lagi, berilah perintah kepada pelanggan Anda. Karena pelanggan telah menjadi pesuruh! Bahasa kasarnya, pelanggan telah menjadi budak! Itu betul! Anda sama sekali tidak salah baca dan kami tidak salah ketik. Bukankah dalam skala tertentu konsumen telah disuruh-suruh oleh produsen? Hei, masih tidak percaya?
Baiklah baiklah, supaya Anda percaya kepada kami akan kami sodorkan setumpuk contoh. Dulu, produsenlah yang membuat furnitur dari A sampai Z. Pokoknya konsumen tahu beres aja. Sekarang apa yang terjadi? Ikea menyuruh konsumen untuk merakitnya sendiri. Dengan hanya mencetak buku panduan merakit, disengaja atau tidak Ikea berhasil berhemat dari segi perakitan dan pengiriman.
Dulu, restoranlah yang menunjukkan menu dan mengantarkan makanan ke meja pelanggan. ringkasnya, pelanggan tahu beres aja. Sekarang, apa yang terjadi? restoran fast food menyuruh konsumen untuk melihat menu dan mengambil makanannya sendiri. (Untung tidak disuruh cuci piring sekalian!) Dengan konsep self-service, disengaja atau tidak, restoran fast food berhasil berhemat dari segi pelayanan. Demikian pula yang terjadi di supermarket, photo box dan ATM.
Bolehlah Anda tengok maskapai AirAsia. Mereka bahkan menyuruh calon penumpangnya untuk untuk menjadi petugas biro perjalanan terlebih dahulu sebelum menjadi penumpang. Maksudnya, calon penumpang harus memberesi semua pekerjaan biro perjalanan, mulai dari mengklik internet, mencocokkan jadwal, sampai dengan mencetak tiket. Apa hendak di kata, pelanggan telah menjadi pesuruh.
Ladies & gentlemen, consumers become co-producers already. Konsumen telah menjadi co-producer. Ada enaknya lho! Selain berhemat, rupanya ini juga mempermudah tercapainya titik kepuasan. Sebabnya? Konsumen kan ikut terlibat langsung dalam proses produksi. jadi, apa yang konsumen butuhkan dan inginkan otomatis dapat tersalurkan dalam proses produksi tersebut. Inilah yang namanya hemat! Inilah yang namanya hebat!
sumber: Ippho Santosa, Marketing is Bullshit, Elex Media Komputindo, 2009
gambar: empireflippers.com
Pelanggan Jadi Pesuruh