Mengawal Perubahan

Mengawal Perubahan

Oleh: Hery Angligan, Presiden Direktur Hotel Indonesia Natour (Inna Hotel Group).

Mengubah budaya adalah tantangan terbesar dan terberat saat seorang pimpinan baru masuk dan harus membenahi sebuah perusahaan. Ini yang saya hadapi. Saya adalah orang swasta yang masuk ke Inna Hotel
Orientasi saya satu; menjadikan Inna Hotel tuan rumah di negeri sendiri. Sebagai perusahaan perhotelan milik negara, masak Inna tidak bisa bersaing dengan jaringan hotel lokal, seperti Hotel Santika dan Hotel Harris? Maka, tak ada cara lain, Inna perlu perubahan yang konsisten dan total, mulai dari identitasnya hingga corporate culture-nya. Masalahnya, saya mendapati orang-orang yang sulit diajak berubah. Mereka kadung merasa nyaman sebagai pegawai BUMN.

Saya pun melakukan tiga langkah secara paralel untuk menjalankan perubahan.
Pertama, mengubah mind set agar setiap orang menyadari perlunya berubah. Selama enam bulan pertama, saya melakukan personal approach. Saya mendatangi satu per satu 12 unit yang ada, mengadakan general communication meeting.
Saya ajak bicara semuanya, mulai manajemen hingga karyawan. Saya bongkar semua, bahwa kondisi tidak baik. Lalu, saya meminta mereka menerima kenyataan itu dan fight memperbaikinya.

Awalnya, respon mereka very very negative, karena saya bukan orang BUMN. Tapi, saya katakan, “Manusia ini datang dengan niat baik untuk membawa ke arah yang lebih baik.”
Saya cekokin mereka dengan tantangan, mengajak keluar dari comfort zone, dan up date para pesaing. Tuh, lihat Santika sudah kayak gitu, mereka berkembang pesat dan berhasil membuat leveling sendiri.
Untuk memberikan kesempatan berubah bagi semua karyawan dan manajemen, kami juga akan mengubah identitas perusahaan. Mulai warna, logo, hingga namanya akan kami ubah. Kami sedang memilih nama baru, yang akan kami launching pertengahan 2011.

Tingkat pelayanan dalam melayani para tamu otomatis juga menggunakan standar baru. Untuk itu, saya memberi pelatihan bagi SDM dengan pelatih-pelatih yang juga dipakai orang-orang luar.
Langkah kedua, saya harus menjaga cash flow agar positif. Jangan sampai saya sebagai orang baru, sok berubah, tapi ternyata cash flow negatif. Hasilnya, di tahun pertama saya masuk, di 2009, profit before tax Rp 19 miliar, di atas target Rp 14 miliar. Tahun ini, target Rp 28,5 miliar dan sampai Oktober 2010 profit before tax sudah Rp 40 miliar.

Apa yang saya lakukan? Simple saja. Saya bentangkan karet itu seoptimal mungkin dengan kondisi produk dan karyawan yang ada. Saya hanya memastikan perusahaan ini bekerja sebagaimana seharusnya perusahaan perhotelan. Misalnya, saya menggeber sales marketing. Pasang target dan mendorong karyawan mencapainya. Kita panas-panasin supaya terpacu.

Langkah ketiga adalah menerapkan reward and punishment. Karena gaji mereka selama ini tidak sesuai dengan pasar, maka saya mendekatkannya dengan pasar. Saya perbaiki remunerasi, juga ada bonus. Enggak boleh dong, pendapatan sama saat kita menuntut orang berubah. Jadi ya, dalam konteks ini, saya pancing dengan reward dulu. Memang keluar biaya duluan, tapi enggak masalah. It’s a business!
Kenapa saya lakukan ini? Supaya saya bisa menghukum orang yang tidak mau bekerja dengan baik. Setelah ada reward, melakukan punishment itu enak. Bagi yang tidak berubah dan kinerjanya buruk, saya keluarkan. Ini sebagai contoh konsekuensi jika tidak melakukan perbaikan.
Saat melakukan semua ini, ada yang mengikuti, ada juga yang tidak. Namun tidak ada resistensi keras karena mereka bisa melihat hasilnya.

sumber: executive.kontan.co.id
gambar: zontarmag.blogspot.com
Mengawal perubahan

Leave a Reply

Your email address will not be published.