Membangun Prioritas pada dasarnya adalah mencari keseimbangan atas kebutuhan pelanggan dan pemenuhan dari sisi internal perusahaan. Nah dalam materi kali ini kita bahasa lebih dalam tentang membangun prioritas.
Gampangnya begini. Pada umumnya keluarga di Indonesia, mempunyai instalasi pompa air dan pipa yang menggambarkan tentang proses internal dalam kehidupan keseharian kita. Air akan dipompa lalu akan keluar pada ujung kran terjauh pada pipa kita adalah menggambarkan produk atau jasa kita. Kolam atau ember-ember yang harus diisi adalah gambaran mudahnya tentang customer kita. Besarnya ember atau kolam bervariasi. Ada yang ukuran kolamnya besar, ada yg kecil, ada yang kecil tapi minta diisinya sering, dan lain sebagainya. Inilah gambaran singkat tentang tipikal customer yang harus kita layani.
Semestinya instalasi pompa dan pipa kita ini seharusnya mampu untuk mengisi masing-masing penampungan sesuai dengan kebutuhan mereka. Pertanyaan yang mendasar akan muncul, apakah pompa dan instalasi pipa kita mampu mengisi kolam yang harus diisi itu atau tidak? Tentu akan ada 2 jawaban umum, bisa ya dan bisa pula tidak. Jika ya, artinya apa yang menjadi permintaan customer dapat kita penuhi dengan kemampuan internal. Dan sangat mungkin kemampuan itu melebihi kapasitas customer. Apa artinya? Ini akan menjadi PR bagian sales. Kita butuh ember-ember baru. Dalam hal ini, kita tidak mendiskusikan lebih lanjut. Bagaimana jika tidak? Inilah PR utama kita. Bagaimana caranya? Ya ini tema dalam artikel kita, mari kita simak lebih jauh.
Dalam kasus di atas, kata tidak bisa berarti ada dua, kapasitas pompa dan instalasinya terlalu besar atau bisa jadi terlalu kecil. Jika kapasitas total terlalu besar, artinya anda butuh ember/kolam yang lebih luas. Artinya team sales harus bekerja keras. Seperti disitir sebelumnya, dalam hal ini bukan menjadi tema pembicaraan dalam artikel ini. Jika ember/kolam tidak bisa diisi sampai penuh, maka pertanyaannya mengapa pompa dan instalasinya tidak memadai? Apakah pipanya yang masalah/tersumbat atau pompanya debitnya terlalu kecil? Atau pipanya terlalu kecil? Nah ini yang akan menjadi pembicaraan kita. Kita merasakan kasus semacam termasuk jamak di dalam kehidupan kita sehari-hari. Bukankah sudah jamak misal bagian engineering mengatakan kapasitas disain misal 30.000 pcs, bagian finance mengatakan budget tahun ini hanya 10% dari tahun lalu, Brand Manager mengatakan pasar seharusnya mampu menyerap 50.000 pcs, team Sales mengatakan kenyataannya pasar hanya bisa menyerap 20.000 karena pandemi dan pengetatan budget? Sangat familiar bukan?
Gambaran mudahnya adalah seperti itu. Dalam kasus kebanyakan yang sering terjadi adalah kasus terakhir. Perusahaan jasa misalnya, katakanlah jasa pembuatan perangkat lunak komputer, tidak bisa mendeliver produk sesuai dengan kebutuhan customer. Bisa karena waktunya, bisa kualitasnya. Pada akhirnya, intinya apa yang menjadi keinginan pelanggan tetap tak terpenuhi. Bisa karena tools tidak memadai, bisa karena resources baik kemampuan personal yang tak mendukung, banyaklah sebab musababnya mengapa ini terjadi. Dan bukan sekali dua kali hal ini menyebabkan saling menyalahkan di kemudian hari. Hal ini relatif sangat umum terjadi. Kita berikan satu contoh supaya lebih jelas. Katakanlah seseorang membeli motor atau mobil, bermerk A, tetapi harus inden antara satu sampai tiga bulan yang umum terjadi misalnya, akan menjadikan banyak pertanyaan. Apakah kapasitas produksi memang dibatasi sehingga tak mampu meredam fluktuasi atau ia tak mampu menyupply karena vendor tak mampu menyupply atau manajemen pasok yang masalah? Atau apa? Karena pertanyaannya customer akan panjang, dan jawabannya alias alasannya juga tak kalah panjangnya kita tahu, dibelakang ATPM pabrikan seperti Yamaha, Honda dan lain-lain, ada ribuan orang atau ratusan vendor yang terkait. Disinilah pentingnya kita membangun keseimbangan Demand dan Supply.
Namun dalam artikel ini berusaha untuk meminimalkan untuk tak terjebak dalam rantai pasok yang panjang yang melibatkan banyak perusahaan, meskipun pada kenyataannya, apa yang dialami penulis hal itu terjadi. Bahkan melibatkan perusahaan yang ada di seluruh dunia. Kita akan melihat dalam skala kecil dalam satu perusahaan saja, supaya lebih mudah saja pemahamannya.
Untuk itu, ita perlu klasifikasi (pengelompokan). Nah cara untuk membuat klasifikasi, pada dasarnya sama dengan logika di atas. Ada empat kriteria klasifikasi secara dasar. Klasifikasi ini bisa dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Dengan memahami klasifikasi ini, kita akan bergerak sesuai dengan kebutuhan.
Pertama, buat kelas A, Order to Stock untuk barang yang sering dibutuhkan, ini adalah prioritas pertama. Contoh yang mudah kita ambil motor saja, misalkan anda dealer motor Yamaha, yang paling banyak yang dibeli adalah Yamaha kelas 100-125 cc, misal Vega, Mio, dll. Ini adalah produk yang harus ada di gudang dan display anda. Ini barang “siap saji” katakanlah.
Kedua, Assembly to Order, bahasa mudahnya anda hanya akan merakit, kalau ada pesanan. Namun anda bukannya tak punya bahan. Tetapi bahannya hanya setengah jadi. Ini tricky sifatnya anda tidak menyimpan, tapi barang siap kirim. Nah lho? Hanya jika dibutuhkan saja. Contoh misal anda produsen tas x, tas ini relatif lebih jarang dibeli, tas dalam bentuk utuh, tentu anda tidak menyimpan stock, tapi anda menyimpan “spare part” atau pola jahit yang sudah dipotong, siap assembly atau jahit akhir sifatnya. Inilah klasifikasi B, maksud bahasa keren Assembly to Order, dirakit kalau ada pesanan.
Hal Ketiga dalam membangun prioritas adalah klasifikasi C, Make to Order, barang atau jasa jenis ini biasanya tipe proyek. Barang ini memiliki spesifikasi khusus. Kalau ada pesanan, baru dibuat. Barang atau jasa seperti ini spesial sifatnya. Umumnya, sebelum membuat barang atau jasa, perlu didiskusikan dengan pihak terkait. Yang paling sering diskusi biasanya bagianeEngineering atau maintenance. Tipikal produk semacam ini bukannya serba harus didisain ulang dari nol, namun sudah ada disainnya; hanya perlu memilih produk atau jasa apa yang sesuai. Juga biasanya, pemilik produk atau jasa memiliki banyak opsi. Gambaran mudahnya begini, ketika orang membeli mobil, sudah ada produk yang didesain, sudah ada misal Kijang Innova tipe G, dan lain-lain. Kita hanya mencari produk yang sesuai dengan pilihan kita.
Terakhir adalah Engineering to Order, nah ini baru full semua dari awal. Dibuat setelah diskusi soal spesifikasi barang sangat spesifik. Umumnya, barang dan jasa anda membutuhkan engineering sebelum dibuat. Ini prioritas yang paling akhir. Hampir sebagian besar project khusus selalu seperti ini. Permintaannya sangat variatif. Contoh mudahnya, ketika sebuah perusahaan memerlukan program ERP khusus dibuat hanya untuk perusahaan itu, maka akan ditulis coding dari scratch, beda dengan jika perusahaan itu misal membeli SAP.
Nah dengan klasifikasi seperti ini, anda berada di mana? Inti dari pembicaraan ini sebenarnya untuk kita melihat dan membangun prioritas dalam bisnis kita; yang tidak perlu ya singkirkan. Itu saja. Bukankah hal ini sudah dilakukan oleh warung kelontong? Bukankah tidak semua warung kelontong menjual panci? Tetapi semua warung kelontong selalu menjual rokok? Apa bedanya dengan perusahaan kita?
Tetap semangat belajar….
gambar: ec.europa.eu