Masalah Strong Brand

Masalah Strong Brand

Oleh: Rhenald Kasali.

Minggu lalu majalah SWA memberikan banyak penghargaan kepada Leading Original of Indonesia’s Brand. Mereka terdiri dari merek-merek lokal yang berjaya di negeri sendiri dan sebagian di antaranya mulai dikenal di mancanegara. Merek-merek itu sangat kuat dan pasti Anda mengenalnya. Mulai dari Kerupuk Finna, Jamu Iboe, keramik KIA, tissue Tessa, Indofood, Maspion, Konimex, Tolak Angin, Kuku Bima, Garuda Food, Propan Raya (cat kayu), dan sebagainya.
Tentu saja para penerima penghargaan itu belum mewakili seluruh merek-merek lokal yang unggul di negeri ini. Sebab, masih ada ratusan merek-merek lain yang membuat merek-merek asing sulit menembus pasar.

Bila dulu Amerika Serikat pusing menekan Jepang agar negeri sakura ini pasarnya lebih terbuka terhadap merek-merek asing dan penduduknya tetap setia pada produk lokal, maka mungkin hal serupa akan terjadi di sini. Hanya saja bedanya, di Jepang kesetiaan itu lebih bersifat “memaksa” karena masing-masing perusahaan saling memiliki saham (Keiretsu) sehingga mereka secara turun-temurun hanya membeli di antara mereka saja.
Bagaimana Indonesia?
Merek-merek itu unggul bukan karena Keiretsu, melainkan karena benar-benar kuat. Tapi benarkah konsep “strong brand” tidak mengundang masalah? Mari kita waspadai dan jangan silau dengan buku-buku marketing yang menjanjikan “merek kuat adalah segala-galanya.” Ingatlah Viagra hanya membentuk kekuatan sesaat pada orang-orang yang mulai loyo. Setelah itu?

Strong Brand Penting
Sekilas tidak ada masalah. Strong Brand itu perlu. Dengan brand yang kuat Anda bisa tidur nyenyak. Merek yang kuat membuat nama Anda dipuja di mana-mana. Orang senang mengantongi merek-merek yang terkenal, dan kalau ia melakukan kesalahan, konsumen cepat memaafkan dan membela.
Merek yang kuat membuat orang ingin membeli lebih banyak, lebih sering, mudah diingat, memperkuat personality yang memakainya, dapat dijual dengan harga tarif premium. Pembeli pun ingin mereferensikan teman-temannya agar memakainya. Merek-merek yang kuat menambah kepercayaan diri para pedagang yang rela memajangnya di etalase paling depan.

Anda juga tidak perlu bekerja ekstra keras lagi, karena order membanjir. Petugas sales Anda kewalahan menangani pembelian atau pesanan.
Tentu saja strong brand tidak jadi begitu saja. Ia dibentuk oleh kerja keras para founder. Dulu, sewaktu belum punya budget promosi sebesar sekarang, Irwan Hidayat (Sido Muncul) berkeliling dari satu kota ke kota-kota lainnya sepanjang malam. Ia menghampiri warung-warung jamu satu persatu: Mencicipi jamu buatan warung-warung itu dan memberikan spanduk Kuku Bima dan Tolak Angin untuk dipasang sebagai tenda warung. Ia mengajarkan tukang-tukang jamu agar pada salah satu toplesnya disediakan serbuk Tolak Angin yang kaya jahe itu.
“Apapun jamunya, campurkan 1 sendok serbuk Tolak Angin. Pasti pembeli suka rasanya, dan langsung terasa di leher,” ujarnya. Irwan membangun mata rantai itu lebih dari 20 tahun yang silam, dari warung ke warung. Maka tak mengherankan bila hubungan antara Sido Muncul dan para pedagang jamu yang diantar mudik setahun sekali itu kuat sekali.

Ilustrasi di atas sengaja saya turunkan untuk mengusik mitos di kalangan anak-anak muda “marketing” yang percaya seakan-akan “brand yang kuat dibentuk oleh iklan.” Brand yang kuat dibentuk oleh suatu hubungan yang justru dibangun di lapangan oleh para petugas sales sampai sales director dan CEO. Di sanalah perang pemasaran yang sesungguhnya terjadi.
Selanjutnya, di era 90-an saat televisi menjadi raja di ruang-ruang keluarga Indonesia, proses kreatif menggantikan itu semua. Orang mulai lebih percaya kepada iklan yang ditayangkan berulang-ulang pada sesi-sesi sibuk, yang ratingnya tinggi meski saat iklan diputar jumlah air yang mengalir dari rumah-rumah di perkotaan (maksud saya dari toilet-nya) ke saluran air justru mengalami kenaikan.
Brand di era 90-an hingga saat ini lebih dibentuk oleh iklan.

Lahirnya Kemalasan
Dengan Strong Brand, “you let your brand works for you.” Ya, Anda tidak perlu bekerja keras lagi. Brand itulah yang bekerja untuk Anda. Petugas-petugas Anda tinggal duduk manis di kantor: Menerima pesanan dan komplain. Mereka komplain mengapa sulit mendapatkan produk/jasa Anda, barang/jasa yang belum sampai atau belum diterima, kualitasnya, dan seterusnya.
Saat entrepreneur mulai menikmati hari tua, brand sudah kuat. Bagus bukan? Sekilas tidak ada masalah. Namun sesungguhnya sesuatu tengah terjadi di lapangan. Inilah saatnya berbenah. Saya ingin memberi Anda “a wake up call”.

Saat ini, ribuan pengusaha baru bermunculan di pasar. Seperti Anda, mereka juga sadar merek. Karena pemula, tentu mereka tidak kelihatan di atas permukaan. Tetapi mereka agresif, seagresif Anda 20 tahun yang lalu. Mereka mengisi ceruk-ceruk di daerah pinggiran, menganut asas “desa menyerang kota”. Saya mengerti ini karena sehari-hari saya bersama-sama mereka, mendengarkan “nyanyian” yang mereka senandungkan, dan impian-impian indah masa depan mereka.

Cost mereka sangat rendah, dan model bisnis mereka didukung orang-orang berduit yang ingin punya usaha bersama mereka walau hanya sepotong-sepotong. Lihatlah bagaimana Klenger Burger menantang McD di daerah pinggiran dan buka 24 jam, Simply Fresh menantang 5àSec dalam bisnis laundry, dan masih banyak lagi. Ini terjadi dalam bisnis minuman, makanan, kopi, permen, sabun, rokok, sampai penerbangan dan perbankan.
Apa yang dilakukan oleh para sales manager dari merek-merek kuat?
“Tunggu! Kami sedang sibuk!”
“Sibuk apa mas?”
“Ya macam-macamlah. Sibuk melayani order, komplain, dan tentu saja main golf, karaoke, acara televisi, event, dan seterusnya.”
“Maaf, ini pelanggan mulai ditarik pesaing?”
“Oh, jangan khawatir, merek kita cukup kuat. Segmen mereka berbeda kok!”
Begitulah obrolan dari para incumbent. You let your brand works for you. Lahirlah kemalasan. Tengoklah kerja mereka bukan lagi merebut pasar, melainkan sekedar servicing. Tanpa mereka sadari, pelanggan-pelanggan baru tengah dijemput pemain-pemain baru.

Pemain-pemain baru yang mereknya belum kuat memotong arus calon pelanggan yang sedianya akan datang ke tempat Anda di tengah jalan. Mereka tidak menunggu, melainkan menjemput bola, bak tukang sayur yang datang ke perumahan penduduk dengan sepeda motor menghalangi ibu-ibu pergi berbelanja ke pasar tradisional. Mereka tak punya budget promosi, tapi mereka punya Myelin dan anak-anak muda yang digerakkan secara spontan oleh new entrepreneurs.
Mengapa mereka bisa merebut pasar? Sebab produk mereknya kuat orang-orangnya malas dan lebih senang menunggu di kantor.

Ayo bangunlah sales-sales manager! Rebut kembali pasar-pasar baru! Jangan jadikan diri Anda malas! Bangun Myelin Anda dan jangan terpaku dengan sales management! Sebab pemain-pemain baru itu merebutnya dengan konsep salespreneuring seperti atlit-atlit sepak bola Jerman dan Argentina yang rajin mengejar bola dan menembak kuat dari jarak jauh sekalipun. Jangan anggap Strong Brand tak ada masalah!

Sumber: Koran Seputar Indonesia 1 Juli 2010
pic: flowresulting.nl

Masalah Strong Brand

Leave a Reply

Your email address will not be published.