Kurangi Bicara Perbanyak Tindakan

Kurangi Bicara Perbanyak Tindakan

Kurangi bicara perbanyak tindakan. Seorang psikolog bernama Benyamin Bloom mengatakan bahwa tingkat penguasaan pengetahuan atau knowledge itu dimulai dengan tingkatan awal yang disebut “tahu.” Dari sini meningkat pada “pemahaman” lalu berlanjut pada “penerapan.” Sesudah itu “analisis,” kemudian “sinthesa,” dan berpuncak pada “evaluation.”

Pengertian tahu adalah bisa menyebutkan hal-hal menjadi informasi. Misalnya tentang kesehatan: bahwa orang perlu olahraga per minggu beberapa kali dengan pilihan berjalan kaki, lari, berenang, bersepeda, angkat beban, atau lainnya. Itu semua informasi lengkap dengan minimal waktu per kali olahraga. Seseorang bisa dengan lancarnya berbagi info soal menjaga kesehatan. Sampai di sini, dia menunjukkan tingkat pemahaman.

Lalu, apakah dia sendiri mempraktekkan apa yang dia ketahui itu? Sedikit saja orang yang mengetahui cara-cara menjaga kesehatan tetapi sekaligus mempraktekkan nasihat itu.

Contoh lain: banyak orang yang bisa menyebutkan cara berkomunikasi itu mencakup “mendengarkan ucapan orang lain dengan seksama” yang dalam bahasa Inggrisnya disebutkan dengan sebutan macam-macam. Ada yang menyebutkan “empathetic listening” (mendengarkan dengan empati), ada yang menyebutkan “listening with heart” (mendengarkan dengan hati), dan lain-lain.

Dalam kenyataannya, orang yang bisa menyebutkan itu tidak mempraktekkannya. Bukan dia tidak bisa, tetapi karena terdesak waktu atau karena sebab lain, dia tidak mempraktekkan kiat bagus itu. Karena itu kurangi bicara perbanyak tindakan.

Dalam situasi lain, kita sering jumpai orang-orang yang pandai bicara. Banyak hal yang bisa mereka ungkapkan. Banyak hal yang mereka katakan. Banyak hal yang tampaknya mereka ketahui. Sampai-sampai sebagian teman-temannya jadi kagum atau sebaliknya jadi malas berkomunikasi.

Jika berada dalam lingkungan kerja, apalagi sedang rapat, maka mereka senang sekali berada di situ. Mereka seperti mendapatkan ajang untuk menunjukkan kepiawaian mereka, karena banyak tahu dan bisa bicara panjang lebar. Memang ada di antara mereka yang enak dalam penyampaian pikiran, sementara sebagian lainnya kurang begitu bagus.

Namun, dalam sebuah rapat atau meeting, banyak bicara bukanlah selalu berarti hal bagus. Panjang atau tidaknya sebuah penyampaian gagasan sebenarnya disesuaikan dengan kebutuhan. Karena rapat lebih pada bertukar-pikiran atau idea-exchange, maka berpanjang kata menjadi tidak perlu.

Sayangnya, ada saja orang yang merasa harus berpanjang kata dalam penyampaian gagasan dalam rapat. Kebiasaan yang tidak dihentikan ini, membuat teman-temannya menjadi tidak senang. Tapi, kalau mereka hendak memberitahu, itu sulit. Karena sang teman selalu menemukan alasan untuk membela diri.

Kecenderungan orang lebih suka bicara daripada berbuat, mendapatkan perhatian dari dua orang dosen Harvard Business School. Mereka adalah Jeffrey Pfeffer dan Robert I Sutton. Dari pengamatan mereka, kebiasaan umum orang yang cenderung bicara saja tanpa menindak-lanjuti dalam tindakan nyata, menjadi salah satu dari delapan kategori sebab mengapa terjadi jurang antara pengetahuan dan tindakan.

Mereka menuangkan temuan mereka ke dalam sebuah buku yang berjudul “Knowing-Doing Gap” terbitan tahun 1999. Ringkasannya bisa dibaca di sini:  https://bit.ly/2HEOO6x.

Soal gap dalam bicara dan tindakan, mereka mengatakan begini:
“One of the main barriers to turning knowledge into action is the tendency to equate talking about something with actually doing something about it. In many organizations, there is an unspoken but powerful belief that once a decision is made to do something, no additional work is needed to make sure it is implemented!” Artinya: Salah satu rintangan utama dalam mengubah pengetahuan menjadi tindakan adalah kecenderungan menyamakan membicarakan tentang sesuatu dengan melakukannya secara nyata. Dalam banyak organisasi, ada kepercayaan tak terucapkan bahwa begitu sebuah keputusan telah dibuat untuk melakukan sesuatu, tak perlu ada apa-apa lagi untuk dilakukan.

Salah satu contoh yang disebutkan oleh Pfeffer dan Sutton adalah pernyataan Missi perusahaan yang merupakan “tindakan” yang menggantikan “bicara.” Perusahaan-perusahaan banyak yang mengira bahwa kalau sudah menyiapkan mission statement kemudian dibuatkan dalam kartu yang bisa dikantongi karyawannya maka mereka telah melakukan apa yang ada dalam missi itu. Demikian kata Pfefer dan Sutton.

Mereka juga mengatakan bahwa kita umumnya terkesan oleh perusahaan berdasarkan tampilan smart mereka. Dan seberapa smart-nya tampilan mereka seringkali dipengaruhi oleh seberapa smart mereka dalam memilih kata-kata yang indah, yang mendalam, yang kuat dengan muatan informasi dan ide. Padahal, kata Pfeffer dan Sutton selanjutnya, mestinya kita terkesan oleh seberapa hebatnya unjuk kerja (performance) mereka.

Sebagai penutup bisalah kita mengatakan bahwa sebaiknya kita tak mengumbar bicara, tak memamerkan banyak kata. Banyak orang, banyak organisasi, dalam dan luar negeri, yang disoroti sebagai kurang mampu eksekusi, sudah waktunya untuk bicara di mana perlu, dan lebih banyak berbuat. Ilustrasi artikel ini berbunyi “Less talk, More action [because] action yields results,” lebih baik kurangi bicara, lebih banyak bertindak, [sebab] tindakanlah yang mendatangkan hasil.

——-

Hendri Ma’ruf

hendrimaruf@gmail.com

Sumber ilustrasi: redbubble.com
kurangi bicara perbanyak tindakan

Leave a Reply

Your email address will not be published.