Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel Teori Motivasi
Teori keberadaan,keterkaitan, dan pertumbuhan (existence, relatedness, and growth – ERG) Aldefer
Aldefer merumuskan kembali hierarki Maslow dalam tiga kelompok, yang dinyatakan sebagai keberadaan, keterkaitan, dan pertumbuhan (existence, relatedness, and growth – ERG):
• Existence: Kebutuhan akan keberadaan adalah semua kebutuhan yang berkaitan dengan keberadaan manusia yang dipertahankan dan berhubungan dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman pada hierarki Maslow.
• Relatedness: Kebutuhan keterkaitan berkaitan dengan hubungan kemitraan.
• Growth: Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan yang berhubungan dengan perkembangan potensi perorangan dan dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri yang dikemukakan Maslow.
Menurut teori ERG, semua kebutuhan ini dapat timbul pada waktu yang sama. Kalau satu tingkat kebutuhan tertentu tidak dapat dipuaskan, seseorang kelihatannya kembali ke tingkat lain. Contoh, kalau pekerjaan orang itu tidak menyediakan peluang untuk pengembangan diri, sebagai imbangannya mereka memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan kemasyarakatan (sosial), yang lebih condong kepada kebutuhan keterkaitan daripada pertumbuhan. Pengaruhnya bagi para leader & manajer adalah bahwa kalau pekerjaan tertentu tidak memberi peluang untuk pengembangan pribadi, umpamanya, maka ia harus memperhatikan segi-segi (lain) pekerjaan, seperti menambah perolehan gaji dan tunjangan atau kegiatan-kegiatan sosial.
Teori motivasi kesehatan Herzberg
Berdasarkan penelitian wawancara dengan para akuntan dan para ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua-faktor. Teori ini mendalilkan adanya beberapa faktor yang, kalau tidak ada, menyebabkan ketidakpuasan yang terpisah dari faktor motivasi lain yang membangkitkan upaya dan kinerja sangat istimewa. Hal-hal yang tidak memuaskan, ia gambarkan sebagai faktor-kesehatan (contohnya: kebijakan prusahaan, pengawasan, gaji, kondisi kerja, hubungan antar pribadi) dan hal-hal yang memuaskan, ia gambarkan sebagai motivator (penghargaan, pencapaian, sifat pekerjaan, tanggungjawab, kemajuan)
Herzberg berteori, faktor-faktor kesehatan tidak akan mendorong minat para pegawai. Akan tetapi jika faktor-faktor itu dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal, umpamanya karena gaji tidak cukup tinggi atau kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial yang kuat. Motivator sebaliknya, adalah faktor-faktor yang agaknya mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi dan pekerjaan dengan mutu lebih baik. Harapan akan kemajuan, misalnya, mungkin menyebabkan seseorang bekerja lebih keras meski pun pada waktu yang sama kurangnya harapan semacam itu mungkin tidak cukup untuk menyebabkan orang itu meninggalkan pekerjaan.
Segi menarik mengenai teori Herzberg adalah, gaji tidak dianggap sebagai motivator. Dalam banyak hal, terutama bagi pegawai-pegawai profesional dan manajerial, hal ini memang benar. Asalkan gaji yang diterima cukup dan oleh orang-orang yang bersangkutan dianggap adil dalam kaitannya dengan orang-orang sebaya mereka, maka peningkatan gaji tahunan mungkin tidak cukup untuk mempengaruhi kinerja yang istimewa. Sebaliknya, pengakuan, kemajuan dan peluang-peluang untuk pengembangan-diri mungkin dapat benar-benar memberikan insentif semacam itu.
Tentu saja, tidak setiap orang berpikir demikian. Pekerjaan kerah-biru sering kali dilakukan oleh mereka yang tidak melakukan pekerjaan karena nilai instrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat menutup belanja mereka. Hal ini telah digambarkan sebagai bekerja dengan sikap “instrument” dan ditemukan sebagai pendekatan umum di antara pekerja-pekerja mobil lajur perakitan di Luton. Pekerjaan semacam itu dapat merupakan pekerjaan lama dan melelahkan, dan hanya diberi imbalan melalui tarif pembayaran yang ditawarkan.
Apakah uang merupakan motivator atau tidak masih tetap merupakan pertanyaan terbuka. Mungkin yang benar adalah uang memotivasi orang-orang tertentu pada waktu tertentu. Namun, dalam banyak hal lain bukan uang yang akan menyebabkan orang menujukkan kinerja lebih baik, tetapi faktor-faktor pendorong semangat lain yang ditandai oleh Herzberg. Camkan juga bahwa beberapa orang mungkin mengacaukan uang dan pengakuan. Dengan kata lain kalau orang merasakan bahwa mereka tidak dibayar dengan cukup baik seperti sebaya mereka, atau karena banyaknya upaya yang mereka sumbangkan, mereka mungkin meminta pembayaran yang lebih tinggi untuk mencapai pengakuan dan perlakuan yang adil, yang mungkin merupakan apa yang sebenarnya mendorong minat mereka.
Kritik lain terhadap pendekatan Herzberg adalah, cara metodologi dalam penelitian dapat menyebabkan para pegawai yang berkepentingan menyatakan bahwa uang bukanlah suatu motivator walaupun kenyataanya tidaklah demikian.
Teori X dan teori Y McGregor
Teori X dan Teori Y Bahwa menurut McGregor, para manajer teori X memandang para pekerja sebagai pemalas yang tidak dapat diperbaiki dan oleh karena itu mereka cenderung menggunakan pendekatan “wortel dan tongkat” untuk menanganinya. Sedangkan para manajer teori Y memandang bekerja harus seimbang dengan istirahat dan bermain, dan bahwa orang-orang pada dasarnya cenderung untuk bekerja keras dan melakukan pekerjaan dengan baik. Teori bahwa seorang manajer itu mengayomi akan dengan jelas mempengaruhi cara mereka menangani dan memotivasi bawahan.
Teori manusia kompleks
Masalahnya, kebanyakan teori motivasi di atas menganggap orang termotivasi oleh suatu jenis pendorong. Model utamanya mungkin dapat dijelaskan sebagai:
• Manusia ekonomi – yang termotivasi terutama oleh imbalan keuangan;
• Manusia sosial – yang motivasinya dipengaruhi terutama oleh sifat hubungan kemitraan dalam pekerjaan, diturunkan terutama dari karya Elton Mayo dan percobaan-percobaan “Hawthorne”. Ini merupakan serangkaian penelitian yang diadakan di Western Electric’s Hawthorne Works pada tahun 1920-an dan 1930-an. Segi-segi penelitian yang paling menarik adalah bahwa pada waktu pencahayaan dan kondisi kerja lain diperbaiki untuk satu kelompok kerja tertentu, tetapi tetap sama bagi yang lain, produktivitas kedua kelompok menjadi lebih baik, berlawanan dengan perkiraan. Lebih lanjut, ketika, dalam percobaan, kondisi kerja kemudian diperburuk, produktivitas masih terus menjadi lebih baik.
Alasan untuk ini, dengan jelas, adalah karena minat yang diperlihatkan orang-orang di dalam kelompok-kelompok itu. Menjadi pusat perhatian ternyata memperbaiki moral dan produktivitas.
Fenomena ini kemudian dikenal sebagai “Dampak Hawthorne” dan meningkatkan hubungan gerakan manusia, di mana penekanannya pada memperbaiki produktivitas menjauh dari pendekatan-pendekatan manajemen klasik dan ilmiah, pindah ke pemusatan perhatian pada manajemen hubungan antar manusia.
• Manusia yang mengaktualisasikan diri – seperti yang dinyatakan dalam hierarki kebutuhan Maslow dan teori Y McGregor.
Dalam kenyataan semua contoh ini terlalu sederhana karena semua orang berbeda dan akan mempunyai dorongan semangat yang berbeda pula, yang dalam beberapa hal berubah sepanjang waktu. Model yang lebih rumit ini oleh Schein disebut sebagai manusia kompleks. Implikasinya, yaitu para manajer kelihatannya tidak mampu menemukan satu pendekatan tertentu yang mendorong minat setiap orang dan yang akan sesuai dengan gaya manajemen yang luwes kalau dikaitkan dengan keadaan lingkungan.
Teori motivasi prestasi
McCelland menekankan pentingnya kebutuhan akan prestasi, karena orang yang berhasil dalam bisnis dan industri adalah orang-orang yang berhasil menyelesaikan segala sesuatu. Ia menandai tiga motivasi utama:
• Affiliation, kebutuhan untuk bekerjasama
• Power, kebutuhan untuk memimpin
• Achievement, kebutuhan untuk berprestasi
Tidak seperti Maslow, McClelland tidak mengklasifikasikan motivasi didalam hierarki, tetapi sebagai keragaman di antara orang dan kedudukan.
Terhadap manajemen dan pengembangan para manajer, pengaruhnya adalah bahwa motivasi prestasi dapat dikembangkan. Orang-orang belajar cepat dan lebih baik apabila mereka sangat termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran mereka. Dan karena sangat termotivasi untuk mencapai sasarannya, mereka selalu mau menerima nasihat dan saran tentang cara meningkatkan kinerjanya.
Teori harapan
Teori harapan didasarkan pada keyakinan bahwa orang akan dipengaruhi oleh perasaan mereka tentang gambaran hasil tindakan mereka. Contohnya, orang yang mengingatkan kenaikan pangkat akan menunjukkan kinerja yang baik kalau mereka menganggap kinerja yang tinggi akan diakui dan dihargai dengan kenaikan pangkat.
Vroom mengembangkan sebuah teori yang didasarkan pada apa yang ia gambarkan sebagai kemampuan bersenyawa (valence), alat perantara (instrumentality) dan harapan (expectancy). Kemampuan bersenyawa adalah pilihan lebih baik seseorang akan tercapainya hasil tertentu. Hasil ini mungkin, umpamanya, berupa produktivitas tinggi. Namun, itu pun hanya dinilai pada suatu batas yang mungkin dapat membantu orang tersebut mencapai hasil-hasil lain, seperti kenaikan gaji atau kenaikan pangkat. Sejauh mana hasil-hasil kedua ini dapat dicapai dirumuskan sebagai alat perantara. Terakhir, harapan berhubungan dengan kekuatan kepercayaan orang itu bahwa kegiatan-kegiatan tertentu akan membawa hasil tertentu.
Bagi para manajer pengaruhnya adalah hubungan antara imbalan dan upaya harus dibuat sangat jelas serta imbalan itu, sejauh mungkin, harus memenuhi kebutuhan masing-masing pegawai. Masalahnya, tentu saja, kebutuhan dan harapan setiap orang berbeda. Walaupun beberapa orang mungkin terdorong semangatnya oleh imbalan keuangan, orang lain akan lebih tertarik pada kenaikan pangkat dan pengembangan pribadi.
Teori Vroom dikembangkan lebih jauh oleh Porter dan Lawler. Mereka menunjukkan, kenaikan upaya tidak perlu menyebabkan kinerja lebih tinggi karena terdapat sejumlah variable lain yang diperhitungkan. Ini termasuk:
• Anggapan orang yang bersangkutan akan nilai imbalan;
• Sejauh mana orang mengharapkan hasil tertentu dari arah tindakan tertentu;
• Jumlah upaya yang dikerahkan oleh orang yang bersangkutan;
• Kemampuan, perangai dan keahlian tertentu yang mempengaruhi cara seseorang memperlakukan pekerjaan dengan baik;
• Bagaimana orang memandang perannya di dalam organisasi dan apa yang mereka anggap sebagai perilaku yang layak;
• Perasaan tentang imbalan adil untuk upaya yang dilakukan;
• Kepuasaan orang itu mengenai pekerjaan dan organisasi.
Semua faktor yang dicantumkan oleh Porter dan Lawler saling tumpang-tindih dan tergantung. Walaupun mungkin semua faktor akan mempengaruhi motivasi seseorang, sulit untuk menetapkan penyebab dan pengaruh yang jelas. Contoh, kendati kepuasan kerja mungkin bisa memberikan kinerja yang lebih tinggi, juga benar bahwa kinerja tinggi kelihatannya memberikan kepuasan kerja yang tinggi.
Model Portner dan Lawler memang membantu melukiskan bahwa mendorong minat pegawai dan mencapai kinerja yang lebih tinggi bukanlah soal yang lugas dan akan dipengaruhi oleh sejumlah variabel. Yang dapat dikerjakan oleh para manajer adalah sadar tentang semau keragaman ini dan memperhitungkannya pada waktu merancang sistem-sistem kerja dan mempertimbangkan pemberian imbalan.
sumber: Organisational Behaviour and Design
gambar