Empat Karakter Supervisor Unggul.
Karakter Pertama, Proaktif
Sikap proaktif muncul dari inisiatif. Jadi sebelum persoalan muncul, sudah diantisipasi terlebih dahulu. Persis dengan yang dilakukan oleh Sabar Sutrisno, supervisor pemeliharaan mesin pada sebuah hotel bintang empat. Tugas pokok dari Sabar Sutrisno memastikan bahwa genset selalu siap mengganti aliran listrik apabila terjadi pemadaman. Mirip dengan petugas pemadam kebakaran, Sabar Sutrisno tidak tahu kapan terjadi pemadaman. Bahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya, listrik bisa tiba-tiba mati.
Untuk mengantisipasi hal ini Sabar Sutrisno selalu rajin merawat genset. Dipastikan oli tersedia. Sering diuji coba juga menyalakan genset. Alhasil selama dua tahun ini di mana dalam enam bulan terakhir sering terjadi pemadaman listrik, hotel tempat Sabar Sutrisno bekerja tidak pernah bermasalah dengan penerangan. Akibatnya selama tiga bulan berturut-turut Sabar Sutrisno mendapat penghargaan sebagai karyawan terbaik bulan ini.
Dalam kasus yang jauh lebih besar, profil Sergey Brin dan Larry Page pencipta Google bisa dijadikan pembanding. Syahdan pada tahun 1998, pendiri Google, Sergey Brin dan Larry Page, mendekati Yahoo! Dan menawarkan sebuah merger. Yahoo! Sebenarnya bisa dengan mudah membeli perusahaan itu dengan beberapa lembar saham. Tapi sebaliknya mereka menganjurkan Google muda itu terus menyempurnakan proyek sekolah mereka dan kembali ketika mereka sudah sekolah. Atas inisiatif luar biasa dari pendiri Google, dalam waktu 5 tahun google punya kapitalisasi pasar senilai US$20 milliar. Dan hari ini Google sudah jauh menyalip Yahoo! Sergey Brin dan Larry Page menjadi orang muda terkaya di dunia dalam usia 30-an.
Karakter Kedua, Pembelajar
Sebuah cerita bijak tentang dua penebang pohon bisa dijadikan gambaran tentang makna belajar. Dua orang penebang pohon sedang menggergaji pohon yang letaknya saling berjauhan, di sebuah hutan. Datanglah seorang pengembara bijak dan memperhatikan penebang pertama. “Pak, dari tadi bapak menggergaji dengan sekuat tenaga, tapi hanya beberapa pohon yang bisa bapak tebang. Tidaklah lebih baik bapak berhenti sejenak untuk mengasah gergaji yang sudah tumpul itu, sehingga menjadi lebih tajam. Dengan demikian, bapak bisa melakukan pekerjaan lebih cepat,” nasihat dari pengembara bijak. Namun penebang pertama menjawab penuh percaya diri, “Pak, kalau saya berhenti menggergaji waktu saya akan terbuang. Saya perlu waktu lebih lama lagi untuk menebang seluruh pohon ini.”
Lalu pergilah pengembara bijak itu ke hutan sebelah. Pengembara bijak itu bertemu dengan penebang kedua. Dia memperhatikan dan mengajukan pertanyaan yang sama. Penebang kedua ini menuruti nasihat Pak Tua, dan segera mengasah gergajinya. Ketika sore tiba, penebang pertama hanya bisa menyelesaikan separuh pekerjaan, dan penebang kedua menyelesaikan seluruh pekerjaannya.
Belajar memang memerlukan sifat rendah hati dan mau mendengar masukan orang lain. Apa yang ditunjukkan oleh penebang kedua menjelaskan tentang arti belajar itu. Walaupun penebang kedua sejenak berhenti dari pekerjaan rutinnya, namun justru dia sedang mengasah diri untuk meningkatkan keterampilan sekaligus mempertajam senjatanya agar lebih cepat dalam bekerja.
Demikian juga bagi Supervisor yang sedang mengikuti pelatihan, workshop, seminar, on the job training dan sejenisnya itu. Sejenak keluar dari rutinitas bukan membuang-buang waktu. Justru menambah kompetensi dirinya sehingga semua tanggung jawab pekerjaan dapat diselesaikan melebihi apa yang diharapkan dari manajemen.
Karakter Ketiga, Ulet
Ulet arti lainnya tidak mudah menyerah. Hal demikian menjadi perlu bagi Supervisor karena keuletan selain akan berbuah lebat, juga menunjukkan siapa dirinya. Mulyadi yang ditunjukkan sebagai Supervisor penjualan yang membawahi tiga kabupaten dengan lima belas anak buah dituntut memiliki keuletan maksimal. Terlebih lagi produk yang dijual Mulyadi merupakan produk baru di daerah tersebut. Bagaimana Mulyadi mampu mencapai target penjualan apabial ditolak satu distributor langsung menyerah? Padahal masih ada puluhan distributor lain yang mungkin bisa menjadi mitra kerja terbaik Mulyadi.
Petuah bijak dari bintang film terkenal Sylvester Stallone layak untuk dijadikan referensi utama menyoal keuletan ini. “Aku menerima penolakan seperti ada orang yang meniup terompet ditelingaku untuk membangunkanku dan membuatku terus maju. Alih-alih mundur!” Berprofesi pertama sebagai sopir, tidak mungkin bagi seorang Sylvester Stallone menjadi seperti sekarang apabila dia mundur dari puluhan penolakan yang dihadapinya.
Karakter Keempat, Etis
Sebagai Supervisor penjualan yang membawahi tiga kabupaten, Mulyadi mendapat kepercayaan besar dari perusahaannya. Selain kepercayaan untuk menjual produk sebanyak-banyaknya, Mulyadi juga mendapat kepercayaan agar produk yang menjadi tanggung jawabnya tidak hilang, diselewengkan dan di korupsi. Dalam menjual Mulyadi juga harus memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan perusahaan dan tidak boleh melanggar rambu-rambu yang ditetapkan pemerintah ataupun sesama produsen lain. Intinya Mulyadi harus bekerja dengan jujur, menjunjung tinggi aturan dan memiliki integritas pribadi yang tidak dipertanyakan. Mulyadi harus bertindak etis.
Integritas pribadi dan kejujuran dalam bekerja merupakan landasan bagi seorang Supervisor dalam bekerja. Terlebih lagi bila Supervisor ingin meningkatkan karier sampai optimal. Integritas dan kejujuran merupakan syarat pertama baginya. Setelah itu baru dilihat kinerjanya. Alhasil bertindak etis harus melekat dalam jiwanya agar bisa menjadi Supervisor unggul.
Sumber: Cara Cepat Menjadi Supervisor Unggul, A.M. Lilik Agung.
gambar: utahsafetycouncil.org
Empat Karakter Supervisor Unggul