The Chosen One. Saya perhatikan kalau sebuah film mau laku keras harus punya jagoan alias Dia-yang-terpilih (The Chosen One), penjahat dan korban. Tidak perlu untuk jadi pemerhati perfilman untuk mengerti aturan tidak tertulis ini. Coba lihat film Harry Potter, Star Wars, Iron Man, Spider Man dan seterusnya. Jalan cerita bisa bisa beragam. Tetapi secara umum si jahat memulai action/drama dengan menjadikan si korban sebagai sasaran. Dalam kondisi genting, The Chosen One akan datang menyelamatkan korban. Dan lebih dari itu, dia menyelamatkan para penonton normal dari kekecewaan
Coba bayangkan kalau film diakhiri dengan kemenangan si jahat. film film semacam ini bisa jadi cuma akan laku di kalangan kritikus film eksentrik atau mungkin di penjara. Jagoan dalam film harus berterima kasih kepada penjahat karena tanpa elemen jahat maka elemen baik milik The Chosen One bakal nganggur.
Pemahaman ini sah sah saja sebagai sebuah tontonan akhir pekan. Tetapi bakal bermasalah saat di bawa ke dalam kehidupan sehari hari.
We don’t need another hero – Tina Turner.
Kalaziman dalam film tanpa disadari juga berlaku atau mungkin lebih tepat diberlakukan oleh sebagian besar orang dalam pekerjaan, karier dan kehidupan mereka. Apa pun ketidakberesan yang terjadi dalam pekerjaan / karie / kehidupan adalah akibat ulah jahat semata. Sehingga, satu satunya solusi adalah mengunggu kedatangan The Chosen One / jagoan / hero. Tidak ada yang dapat dilakukan selain HHC (harap harap cemas) menanti. Dalam konteks ini Tina Turner benar, kita tidak butuh jagoan (kesiangan).
Destiny is NOT a matter of chance – it’s a matter of choice – William Brian.
Mentalitas sebagai korban terbangun sejak awal melalui pemahaman bahwa hidup penuh bahaya, keterbatasan dan kesengsaraan. Jalur kehidupan sudah di tetapkan dan tidak banyak yang bisa dilakukan oleh diri sendiri selain berharap. Apa pun dilakukan atas nama pemenuhan kebutuhan hidup. Harapan sepenuhnya ditempatkan pada hal-hal di luar diri sendiri yang datang dengan berbagai nama: bos bijak, perusahaan adil, sang penolong hingga ratu adil.
If everybody needs a chosen one than everybody is the chosen one
The Chosen One atau Dia yang Terpilih merefleksikan harapan akan hari esok yang lebih baik. Kabar buruknya : tidak ada yang bisa memastikan siapa pun dan apa pun di luar diri sendiri. Kabar baiknya : kendali atas diri sendiri memungkinkan untuk menjadikan diri sendiri sebagai The Chosen One. Semakin cepat pemahaman ini dimiliki oleh semua orang semakin baik baik untuk keluarga, komunitas, perusahaan, bangsa dan dunia.
Coba ucapkan, pikirkan dan resapi kalimat ini : “Saya adalah dia yang saya pilih untuk menjalani karier dan kehidupan bermakna bagi saya dan orang lain.”
If you are looking for hero characters get a comic or watch a movie. If you are looking for YOUR hero, just see yourself in the mirror. Teneo vestry ego – exsisto vestri.*)
Rene Suhardono – CareerCoach
Penulis buku: Your Job is not Your Career
Tulisan dimuat di harian Kompas, 1 Oktober 2011
gambar: amandaelizabethp.blogspot.com
*) Know yourself and be yourself