Berapa Lama Membentuk Kebiasaan Baru? Pertanyaan ini timbul saat Dr Stoltz – seorang pakar AQ (Adversity Quotient) – mencari jawaban kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk membentuk kebiasaan baru? Yaitu merubah kebiasaan buruk menjadi kebiasan baru yang lebih konstruktif. Ia menghadiri ratusan seminar untuk mendapatkan jawaban ini. Suatu kali ia mengikuti sebuah acara dan mendengar bahwa sang pakar mengatakan bahwa “Diperlukan 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru.” Penasaran dengan hal tersebut, ia bertanya dan menyatakan bahwa ia tertarik dengan keajaiban 21 hari tersebut. Ketika ia bertanya dari mana sumbernya, mereka berkata,”Berikan kartu nama Anda, nanti kami akan menelpon Anda untuk menyampaikan informasi tersebut.”
Berhari-hari tidak ada yang menelpon. Ketika di telepon kembali, tidak ada seorang pun yang dengan tepat dapat menyebutkan dari mana sumber mitos perubahan 21 hari tersebut. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencari sendiri jawabannya dari pada ia harus menghadiri seminar yang tidak ada kejelasan mengenai sumbernya. Ia menghubungi Dr. Mark Nuwer, kepala neurofisiologi di UCLA Medical Center.
Ia mengajukan pertanyaan yang sama, berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kebiasaanbaru. Ia mengira akan mendapatkan jawaban yang rumit dan ilmiah. Namun, Dr Nuwer malah bertanya kembali kepadanya.
“Berapa lamakah waktu yang Anda butuhkan untuk belajar jangan menyentuh tungku yang panas?” tanya Dr. Nuwer.
“Kurang lebih sedetik,” jawab Dr. Stoltz.
“Tepatnya 100 mili detik,”jawab Dr. Nuwer.
Dr. Stoltz tercengang. “Apa maksudnya?”
“Pada waktu anda menyentuh tungku panas, “alarm” di otak Anda akan langsung berbunyi, menyadarkan Anda di mana Anda menaruh tangan Anda. Suara alarm yang keras itu menjadi alat untuk memutus pola pikir bawah sadar di Basal Ganglia – suatu wilayah tidak sadar dan bekerja otomatis di dalam otak – dan membawanya ke wilayah otak yang sadar atau Cerebral Cortex, bagian luar otak yang berwarna kelabu.”
Aktivitas belajar merupakan aktivitas yang membutuhkan banyak darah dan oksigen. Kita sadar 100% apa yang sedang kita kerjakan. Jika kita mengamati anak-anak yang sedang menggosok gigi untuk pertama kalinya atau mengikat tali sepatu mereka, maka kita akan menyaksikan mereka sangat intens dalam mempelajari keterampilan-keterampilan baru mereka. Namun, lama kelamaan, jika kita mengulangi aktivitas yang sama, maka kegiatan itu berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang bersifat otomatis. Wilayah ini disebut Basal Ganglia. Semakin sering kita melakukan sesuatu, semakin otomatis dan semakin tidak disadarinya tindakan itu. Kebisaan itu segera berubah dan lama kelamaan diperkuat.
Apa yang terjadi jika kita berada di sebuah tempat yang baru tanpa adanya papan penunjuk? Hal ini pasti akan berpengaruh besar pada kecepatan dan efisiensi waktu yang kita butuhkan ditempat itu saat mencari sesuatu. Hal yang sama terjadi di dalam otak. Jika kita melakukan sesuatu untuk pertama kalinya, jalur “neurolog” itu belum berkembang. Akan tetapi, semakin semakin lama dan semakin banyak kita melakukan aktivitas yang sama, maka sambungan-sambungan yang ada akan semakin tebal dan memproses informasi dengan lebih cepat. “Jalur” ini pada akhirnya menjadi sebuah jalan neurologis bebas hambatan. Ini menjadi bagian dari struktur fisiologi sebuah kebiasaan.
Hal ini sangat menggembirakan jika kita ingin membentuk sebuah kebiasaan baru yang positif.
Namun, buruknya adalah, semakin sering kita mengulangi kebiasaan dan pikirian destruktif, maka hal itu juga akan semakin dalam, semakin cepat, semakin otomatis.
Karena itu, untuk membongkar kebiasaan yang buruk dan destruktif, kita harus mulai di wilayah sadar otak kita dan memulai jalur saraf baru. Sebagaimana dikatakan Dr Newer, ini dapat terjadi dalam sesaat. Perubahan dapat bersifat segera dan pola-pola lama yang destruktif akan lenyap karena tidak digunakan.
sumber: Paul G Stoltz, Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, Grasindo, 2000.
gambar: mayoclinic.org
Berapa Lama Membentuk Kebiasaan Baru?