Jemput Impianmu, adalah tulisan yang dibuat oleh Jamil Azzaini dalam bukunya Sukses Mulia Story, Kisah-kisah nyata inspiratif menyentuh hati. Berikut ceritanya.
Percayakah Anda pada kekuatan impian? Saya percaya. Saat masih duduk di bangku sekolah dasar, saya selalu menulis, “Namaku Jamil, cita-citaku menjadi insinyur pertanian/dosen/guru.” Hampir di semua buku tulis yang saya miliki tulisan itu selalu ada. Tulisan itu terasa seperti suatu mantra ajaib yang terus menjadi penyemangat hidup saya di masa itu. Maklum, saya berasal dari keluarga yang tergolong miskin. Selalu meratapi nasib keluarga tentu bisa melemahkan semangat untuk bersekolah.
Bagi saya, semua cita-cita itu terdengar cukup sederhana. Saya ingin menjadi guru karena saya ingin seperti guru-guru yang hidup di kampung saya. Mereka begitu dihormati, disegani dan hidup bahagia. Saya bahkan ingin menjadi dosen karena kakak saya, Kaolan, selalu bercerita tentang seorang dosen matematika bernama Bukhori. “Kamu tahu Mil, Pak Bukhori itu dosen yang cara mengajarnya luar biasa. Matematika yang sedemikian rumitnya bisa dijelaskan dengan sederhana sampai para mahasiswanya mudheng, paham. Ndak semua dosen bisa seperti itu.”
Saya tidak tahu persis apakah sosok Bukhari itu memang ada atau hanya sosok imajiner yang sengaja dihadirkan kakak untuk menyemangati saya. Meski kakak saya tak pernah kuliah di Unila (Universitas Lampung), bila sudah bercerita tentang pak Bukhori seolah dia sering mendapat pelajaran dari sang dosen.
Saya ingin menjadi insinyur pertanian karena saya melihat kehidupan para asisten perkebunan di PTP X Lampung (sekarang PT Nusantara VII) ketika itu begitu enak. Mereka dimanja dengan berbagai fasilitas. Saya masih ingat persis nama asisten kebun yang datang silih berganti memimpin perkebunan tempat bapak saya bekerja menjadi kurir surat. Sebagian besar dari mereka adalah insinyur pertanian. Ada Pak Karyono, Pak Napitupulu, Pak Akomo, Pak Hendri, dan Pak Gatot.
Di sela kesibukan saya bersekolah dan bermain, kadang saya membayangkan diri saya seperti mereka. Mendapatkan kedudukan terhormat, amat dihargai, dan dimanja dengan berbagai fasilitas. Pun, ketika saya membantu Bapak di sawah atau saat membuat batu bata hingga menjelang tidur, wajah mereka selalu hadir menjadi pengantar tidur. Yang amat memberi kesan mendalam adalah keluarga Pak Akomo dan putra putrinya. Kami masih sering berkomunikasi hingga sekarang.
Namun, impian tak selamanya mulus. Magic word atau mantra ajaib yang sering saya tulis dan ucapkan itu kerap menjadi bahan tertawaan sinis teman sekolah dan sepermainan. Bahkan ada sesepuh kampung yang juga melecehkan cita-cita (impian hidup) saya itu.
“Nek duwe cita-cita ojo duwur-duwur, engko iso gemblung.” itu yang dikatakannya. Maksud ucapannya itu, kalau punya cita-cita jangan tinggi-tinggi, nanti bisa gila. Tawa sinis dan pelecehan itu sempat membuat saya dihinggapi keraguan. Namun, bila keraguan datang, segera saya bayangkan wajah para asisten kebun itu. Setiap sehabis salat pun saya tak pernah lupa berdoa meminta Yang Maha Kuasa mewujudkan impian saya itu. Doa-doa yang lain boleh lupa diucapkan, tapi doa yang satu ini selalu saya panjatkan sejak SD hingga lulus SMA,”Ya Allah, ya Tuhan-ku… jadikanlah hamba-Mu ini insinyur pertanian.”
Ya, doalah yang menjadi ‘bensin’ cita-cita saya, Jamil, anak dari keluarga orang termiski kedua di kampung. Makanan kami sehari-hari adalah tiwul (penganan yang terbuat dari tepung gaplek, dikukus dan dimakan dengan parutan kelapa atau gula). Walau keluarga kami miskin, saya dan kakak yang bersekolah di sekolah dasar yang sama selalu menjadi juara kelas di setiap semester. Adik-adik kami waktu itu belum bersekolah.
Biarpun kehidupan kami miskin, bapak selalu mengajarkan agar kami punya cita-cita tinggi. “Jamil, lakukanlah yang kamu mampu. Pupuk cita-cita setinggi-tingginya. Jangan pikirkan kondisi kita sekarang. Pikir suasana nanti saja, ketika cita-citamu tercapai.” Wajangan seperti itu sering saya dengar setiap kali saya hendak tidur.
(bersambung)
sumber: Jemput Impianmu, dalam buku Sukses Mulia Story, Gramedia Pustaka Utama, 2008
gambar: magic4walls.com
Jemput Impianmu