Kritik Itu Indah. Seseorang yang hanya senang memberi kritik pasti dikategorikan sebagai individu yang menyebalkan, namun sebaliknya seseorang yang hanya diam saja dan tidak berani memberi kritik adalah manusia yang tidak mampu memberikan kontribusi dan tak salah dikategorikan sebagai individu yang berstatus quo dan memilih asal selamat atau berperilaku sebagai pem-bebek.
Padahal kritik dalam Thinking Management merupakan bagian yang krusial dan penting. Menurut Edward de Bono pada buku dan pelatihannya yang mendunia dengan judul Six Thinking Hats, mengkategorikan kritik sebagai Topi Hitam (Black hat) yang merupakan topi yang penting karena memperbolehkan si pemakai memberikan penilaian (judgement), dengan syarat si pemberi kritik diharuskan memberikan pernyataan dengan….. karena (because). Bila kritik disampaikan dengan sikap, cara, dan waktu yang tepat akan memberikan hasil yang sangat baik bahkan mampu menghasilkan inovasi.
Memang melontarkan kritik jauh lebih mudah dari pada memberi saran, memecahkan masalah atau mencari peluang. Kalau kita melihat suatu tindakan yang kita nilai tidak sesuai dengan keinginan atau persepsi kita, dengan mudahnya kritik keluar bagaikan rentetan tembakan peluru dari senapan mesin. Sebagai contoh: jika kita menyaksikan pertandingan sepak bola, dengan mudah memberi komentar, begitu juga dalam bermain golf dengan mudah melihat kesalahan orang lain atau memberi komentar, di mana sangat mungkin kita melakukan kesalahan yang sama.
Dalam kehidupan pribadi, sangatlah gampang melempar kritik, tudingan dan komentar-komentar yang bersifat menyerang. Disebabkan terbatasnya kemampuan berpikir dalam memberi kritik, maka kritik masih merupakan hal tabu dan bisa mengakibatkan kerugian bagi pribadi maupun lingkungan organisasi.
Berikut adalah sikap dan ciri-ciri lingkungan atau individu yang rentan dan sulit menerima kritik:
1. Individu yang berhasil atau merasa selalu berhasil dikarenakan memang dia sudah membuktikan dia berhasil, namun dia lupa bahwa dia tidak mungkin bekerja sendiri dan tanpa masukan.
2. Individu yang arogan, yang merasa dirinya adalah yang terbaik. Dia adalah manusia megalomania dan lupa bahwa banyak orang yang lebih baik. Individu tersebut akan kesepian.
3. Individu yang otokratik, merasa dialah penguasa tertinggi dijabatannya dan siapa berani melontarkan sedikit kritik saja akan dia singkirkan. Menurut studi, individu tersebut yang bertindak sebagai raja sesaat akan di jatuhkan oleh manusia sekitarnya yang hanya selalu meng-iyakan sewaktu dia berkuasa atau sebaliknya para oposan yang bangkit.
4. Setelah selesai masa jabatan sulit untuk menerima keadaannya sekarang (post power syndrome)
5. Individu yang melihat suatu peluang dan sangat terobsesi, mereka lupa bahwa informasi diketahui masih terbatas dan perlu mendengar orang lain.
6. Individu yang penuh kedengkian dan akan melakukan suatu tindakan balasan. Mereka masuk kategori paranoid, tindakannya berlebihan dan akan menimbulkan akibat yang merugikan orang lain.
7. Individu yang sedang mengalami stres atau dan sudah sangat terdesak (desperate), mereka akan menjadi mangsa dan peluang untuk dimanfaatkan orang lain.
Bagaimana kita menghadapi karakter-karakter tersebut atau menyikapi bila kita sendiri masuk dalam kategori tersebut, karena kita masuk dalam jebakan berpikir hanya memuaskan kehendak dan satu arah saja (one track thinking and mind) yang menyebabkan sudut pandang menjadi terbatas?
Atau dalam kata lain cara berpikir seperti burung onta yang membenamkan kepalanya di pasir (ostrich view) bukan melihat dari cakrawala yang luas (helicopter view)?
Kritik Itu Indah. Jika kita membaca dan mempelajari buku yang masih menjadi best seller dan selayaknya dibaca oleh para manajer, eksekutif maupun para pemimpin organisasi, pemerintah maupun militer seperti : Blue Ocean Strategy oleh CW Kim dan R.Mauborgne, Good to Great oleh Jim Collin dan Re-code your change DNA oleh DR Renald Khasali yang pada dasarnya menekankan bagaimana organisasi bertumbuh secara berkelanjutan (sustain) dan terus mencari inovasi.
Organisasi tersebut selayaknya hidup dengan paradigma berani melihat kelemahan, berani melihat keluar, menerima kritik, membandingkan dan berani berubah.
Organisasi yang tidak berkembang mempunyai ciri-ciri :
1. Tidak mau belajar dari lingkungan dalam paradigma yang cepat berubah.
2. Sumber daya manusia yang hidup di zona nyaman
3. Tidak atau kurang mau mendengarkan apa yang terjadi di luar lingkungan di mana ketidakpastian selalu terjadi..
4. Kritik, saran atau masukan dianggap sesuatu yang merendahkan harga diri.
Jim Dorman pendiri dari multi level marketing dalam bukunya Piano menekankan, setiap orang yang masuk di Amway dan ingin sukses dalam menjalankan kegiatan bisnis tersebut, dituntut untuk:
1. Belajar menghadapi kritik.
2. Belajar memerangi rasa malu yang tidak jarang ditertawakan orang.
3. Belajar mencari cara berpikir baru.
Di lingkungan yang tidak demokratis, kritik dipersepsikan sebagai suatu hal yang tidak boleh disampaikan. Lebih-lebih kepada atasan karena dianggap sebagai hal yang bersifat menyinggung bahkan melawan kebajikan.
Kejadian yang sering terjadi di kehidupan berorganisasi, misalnya dalam suatu rapat di mana seseorang tidak menyetujui suatu pernyataan dari peserta rapat lainnya, tidak jarang terjadi perdebatan seru, dan debat kusir, tanpa arah dan menjadi perseteruan pribadi.
Hasilnya….. rapat tanpa hasil, dan sangat merugikan organisasi. Hal ini terjadi karena cara berpikir yang selayaknya kurang benar dan tidak mendukung. Kritik melibatkan 3 unsur yaitu: si pemberi kritik, apa/cara memberi kritik si penerima kritik. Jika ke tiga unsur tersebut dalam cara berpikir dilakukan dengan benar maka kritik bukan merupakan hal yang dihindari tapi seyogianya disampaikan karena kritik yang benar bukan untuk menyerang, tetapi sebagai koreksi dan membangun serta sebagai antisipasi hal negatif yang sangat mungkin terjadi.
Dalam thinking management, Kritik yang dilemparkan oleh si Pemberi kritik selayaknya..
1. Diutarakan pada tempat dan suasana yang tepat, jika bersifat agak pribadi sangat bijak kalau diutarakan tidak secara terbuka.
2. Diutarakan dengan kata atau kalimat yang simpatik dan body language yang simpatik juga.
3. Jangan menyinggung perihal yang bersifat individu.
4. Tidak mempunyai prasangka dan tidak bersifat politik (prejudice and politicking).
5. Perlu penekanan secara mendasar, mengapa kritik dilontarkan dan apa alasannya.
6. Kritik tidak diutarkan secara berlebihan atau terus dicari kelemahan pada suatu kegiatan.
7. Bila perlu, secara singkat dan sederhana mengutarakan hal negatif yang mungkin terjadi atau bahkan saran-saran.
Subjek apa yang perlu dilontarkan oleh Pemberi kritik
1. Logika, kritik yang dikemukakan seyogianya menggunakan logika. Misalnya, dewasa ini sangat tidak mungkin menginvestasikan uang dengan bunga 20% per bulan.
2. Akibatnya (impact) yang mungkin terjadi jika tindakan terus dilanjutkan, misalnya konversi dari minyak tanah ke gas, seharusnya pemerintah melakukan survey sebanyak mungkin hal-hal negatif yang sangat mungkin akan terjadi. Proyek boleh terus dilaksanakan namun langkah-langkah antisipatif harus sudah disiapkan sehingga proyek tersebut lebih siap dan mempercepat penerimaan dan langkah proaktif yang membuat proyek berhasil.
3. Cocok (fit), apakah tujuan yang telah ditetapkan tepat, baik waktu, musim, lingkungan dan nilai yang terjadi, seperti: membangun industri yang rentan akan polusi dan kerusakan lingkungan di daerah yang padat penduduk (kasus Lapindo).
4. Kelemahan (weakness), mencari kelemahan akan projek yang akan di laksanakan, misalnya: pembayaran akan tersendat, sumber daya manusia yang terbatas, keuangan dan teknologi yang tidak atau kurang mendukung. Andaikan projek terus dijalankan setidaknya sudah mempersiapkan tindakan yang akan terjadi.
5. Kelayakan (feasibility), apa yang akan dijalankan layak dijalankan. Misalnya mengirim atlet ke Olympiade yang sudah jelas prestasinya jauh di bawah standar.
Contoh lainnya seperti suatu bisnis yang terus dijalankan meskipun menurut studi kelayakan menyatakan tidak menguntungkan.
Bagaimana dengan si Penerima kritik?
Sikap adalah unsur utama bagi penerima kritik seperti:
1. Keterbukaan, karena tidak mungkin seorang apakah dia seorang pemimpin mengetahui semuanya terutama dari bawahan yang sudah pasti lebih mengetahui informasi atau kesulitan di lapangan.
2. Dibutuhkan kemampuan mendengar dengan baik
3. Dia yang mengundang untuk dikritik
4. Sikap keterbukaan dan punya tujuan yang baik untuk organisasi.
5. Tidak mempunyai prasangka dan permainan politik dalam organisasi.
Kritik Itu Indah. Apabila ketiga unsur tersebut berjalan dengan baik berarti kritik merupakan bagian dari cara berpikir yang sangat berguna. Organisasi akan menciptakan suasana saling belajar dan saling mengasah bagi anggotanya dari kritik kritik yang mereka dapatkan. Dengan sendirinya kritik bisa dipastikan bukan sebagai penyerangan (attacking) tetapi sebagai alat pemeriksaan (examining) yang selanjutnya menjadi bagian dari pemecahan masalah secara komprehensif, antisipasi hal-hal negatif yang akan terjadi, mengurangi/menghilangkan kelemahan yang ada, pemecahan masalah dan pertumbuhan organisasi menjadi lingkungan yang kreatif untuk dikelola menjadi inovasi.
Jelas sekali dari uraian di atas balik dalam kehidupan pribadi, organisasi dan bisnis, kritik disertai saran merupakan bagian teknik berpikir yang sangat berguna. Berdasarkan pengalaman saya bekerja sama dalam suatu proyek memasang kabel telepon bawah tanah dengan suatu perusahaan multinasional: Sang project manager baru ditempatkan di Jakarta datang dengan cetak biru beserta perencanaan yang sangat rinci. Dia memperkenalkan diri dengan para manajer lapangan, staf dan para pelaksana lapangan. Dia jelaskan secara singkat dan jelas, rencana serta jadwal proyek.
Setelah itu terjadi tanya jawab dan dia lebih banyak mendengar, lalu dia melihat kelapangan dan kemudian dia minta semua yang hadir untuk memberikan kritik atau kelemahan akan pelaksanaan proyek secara tertulis. Ternyata masukan yang diterima sangat sedikit. Dia berpikir dan segera mengetahui budaya memberi kritik adalah tabu di sini, kemudian dia membuat suatu formulir sederhana yang isinya sebenarnya kritik dan tanpa nama. Akhirnya, dia menerima cukup banyak masukan yang sebagian besar dia pakai untuk lebih mendalami kelemahan pelaksanaan yang akan terjadi. Dan alhasil proyek berjalan lancar karena dia belajar banyak dari masukan-masukan tersebut.
Di masa reformasi yang sedang dikembangkan ini, tidak jarang kritik diutarakan oleh pihak yang tidak setuju bahwa mereka/dia yang paling benar, cara mengutarakan dengan kebencian, menyerang dan harus menang, bukan mencari ekplorasi (exploration) permasalahan dan pemecahannya. Akibatnya tidak atau lama sekali ditemukan suatu tindakan yang produktif, konstruktif dalam pola berpikir (design of thinking).
Kritik-kritik yang ditayangkan oleh beberapa media elektronik dalam parodi telah dapat kita lihat dan mulai memberikan penjelasan kenapa terjadi suatu persoalan dan alternatif solusinya.
Marilah kita mencoba membangun budaya masyarakat yang berani melontarkan kritik secara benar. Bukan hanya sekedar kritik yang menyerang, bukan demo-demo yang anarki dan merugikan kepentingan umum. Melainkan kritik yang kreatif dan membangun sehingga martabat bangsa kita lebih terangkat, juga demi kemajuan organisasi di mana kita berada.
sumber: Kritik Itu Indah, Ping Hartono, How to be A Great Thinker
gambar: blogs.houstonpress.com
Kritik Itu Indah