Memaafkan Adalah Kebutuhan

Memaafkan Adalah Kebutuhan

Kenapa seseorang harus memaafkan? Bukankah adalah hak istimewa bagi orang yang di sakiti untuk tidak memaafkan karena telah diperlakukan dengan tidak adil, disakiti dan dikecewakan? Bukankah orang yang telah menyakiti harus mendapatkan ‘hukuman setimpal’ akibat perbuatan yang dilakukannya? Sungguh memaafkan adalah situasi aneh di mana seharusnya membalas adalah lebih baik.

Pernahkah Anda merasa marah, sakit hati, dendam karena diperlakukan tidak adil? Atau dipermalukan di depan umum? Bagaimana rasanya? Masih ingatkah rasa sakitnya? Jika Anda menjawab ‘Ya’ maka Anda termasuk orang normal yang masih bisa merasakan bagaimana rasanya diperlakukan dengan tidak semestinya.

Namun, beberapa waktu lalu di Iran seseorang yang bernama Amineh Bahrami seorang perempuan dari Iran menjadi buta dan wajahnya rusak memaafkan pria yang menyiram cairan asam ke wajahnya. Lelaki yang bernama Movahedi itu dulunya pernah mengajak Amineh untuk menikah. Namun ajakan itu ditolak. Karena sakit hati Movahedi menyiram Amineh dengan cairan asam yang menyebabkan Amineh kehilangan matanya, mengalami luka bakar di wajah, kulit kepala dan tubuhnya. Wajah Amineh kini rusak permanen dan hancur. Tidak ada lagi kecantikan padanya yang pernah dimiliki dahulu. Apalagi sebagai wanita, jerawat sedikit saja bisa jadi masalah besar. Apalagi ini, rusak permanen wajahnya.

Pada proses peradilan di tahun 2008, pengadilan Iran memutuskan bahwa Movahedi harus dibutakan dengan asam sesuai hukum qishas yang ditetapkan di Iran. Ia juga dijatuhi hukuman penjara dan diharuskan membayar ganti rugi kepada Amineh. Juli 2011 hukuman untuk membutakan mata Movahedi akan dilaksanakan di sebuah ruangan operasi rumah sakit. Ketika dokter yang ditugaskan mengekseskusi sudah siap untuk meneteskan cairan pada mata terdakwa, Amineh Bharami tiba-tiba memaafkan pelaku tersebut.

“Yang terbaik ialah memaafkan ketika kita berada pada posisi berkuasa,” kata Amineh ketika ditanya mengapa ia memaafkan lelaki itu. Atas kejadian itu, presiden Iran pun berharap bahwa pengorbanan yang dilakukan Amineh dapat berpengaruh pada semua pihak, sehingga peristiwa buruk yang pernah dialaminya tidak terulang kembali kepada yang lain. “Semua kebaikan yang bertahan di dunia ini adalah hasil dari pengorbanan diri. Setiap orang yang mengorbankan diri dan keluarganya akan dikenang di dunia ini,” ujar sang Presiden.

Marah, dendam, benci, sesungguhnya perasaan tersebut muncul karena kita merasakan diperlakukan tidak adil, disakiti ataupun dikecewakan oleh pelaku. Kekecewaan, marah, sakit hati dan dendam tersebut terkadang membuat kita tidak dapat memaafkan pelakunya. Apakah pelakunya diri sendiri, orang lain atau bahkan Tuhan. Sehingga tersimpanlah energi marah, sakit hati, kecewa dan dendam tersebut pada diri kita.

Jika kita mengumpamakan rasa sakit hati yang ada, ibarat orang yang terkena panah beracun. Bisa dibayangkan bila rasa sakit hati itu (yang tidak lain mengandung racun) berdiam di sana selama berbulan bulan, bertahun tahun tidak diobati. Apa akibatnya bagi si penderita?

Mengapa Sulit Memaafkan
Bila kita memaafkan, ibaratnya luka beracun tadi kita bersihkan dan kita obati. Mengobati pun butuh waktu bukan? Butuh proses. Karena itu untuk proses memaafkan tidak terjadi dalam sekejap.
“Kalau saya tidak mau memaafkan bagaimana? Kan itu hak saya?!” Anda benar. tetapi, maukah kita selama hidup memendam racun yang setiap saat bisa berubah menjadi penyakit yang lebih parah. Sementara, bisa jadi orang yang berbuat kesalahan pada kita sudah lupa perbuatannya.

Memaafkan memang tidak mudah, Sering kali godaan datang kembali ketika kita mendengar atau melihat betapa dia yang berbuat kesalahan pada kita hidupnya masih enak, masih senang. Janganlah berfikir bahwa memaafkan itu untuk dia, tetapi ubahlah pikiran Anda bahwa memaafkan itu untuk diri kita sendiri. Tidak ada lagi hubungannya dengan orang itu karena semuanya sudah berlalu. Kita tidak dapat berbuat apa apa bukan pada kejadian yang telah lalu?

Memaafkan dari sudut Hypnotherapy
dr. H. Nasrullah, CH. CHt, mengatakan bahwa dari sudut Hypnotherapy, sesungguhnya memaafkan adalah melepaskan emosi negatif yang tersimpan ditubuh kita. Akibatnya kita tidak lagi merasakan emosi apapun jika kita teringat dengan kejadian yang membuat kita marah, kecewa, sakit hati dan dendam tersebut. Dan hal itu sangat baik buat kemajuan kita kedapan. Memaafkan tidak sama dengan memaklumi. Memaafkan pun
tidak mesti melupakan. Memaafkan juga tidak mesti mengampuni. Memaafkan juga tidak sama dengan mengatakan ”Saya telah memaafkan anda”.

Tubuh kita punya suatu memori yang disebut dengan ”Somatik Mind”, manakala emosi negatif tersimpan ditubuh kita dan mengendap pada salah satu bagian tubuh, maka bagian tubuh tersebut akan merasakan sakit. Jika tersimpan di ulu hati akan terjadilah sakit maag, jika tersimpan di satu sisi tengkuk akan terjadilah sakit kepala sebelah, jika tersimpan di dada maka dada akan terasa seperti di tindih beban berat, berdebar-debar dan lain-lain. Penyakit itu dalam kedokteran disebut dengan psikosomatik.

Memaafkan dari tinjauan ilmiah
Worthington Jr, pakar psikologi di Virginia Commonwealth University, AS, dalam “Forgiveness in Health Research and Medical Practice” yang dimuat di Explore, Mei 2005, Vol.1, No. 3, memaparkan dampak sikap memaafkan terhadap kesehatan jiwa raga, dan penggunaan “obat memaafkan” dalam penanganan pasien.

Penelitian menggunakan teknologi canggih pencitraan otak seperti tomografi emisi positron dan pencitraan resonansi magnetik fungsional berhasil mengungkap perbedaan pola gambar otak orang yang memaafkan
dan yang tidak memaafkan.

Orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah, yang berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh. Mereka yang tidak memaafkan memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif).

Demikian pula, ada ketidaksamaan aktifitas hormon dan keadaan darah si pemaaf dibandingkan dengan si pendendam atau si pemarah. Pola hormon dan komposisi zat kimia dalam darah orang yang tidak memaafkan bersesuaian dengan pola hormon emosi negatif yang terkait dengan keadaan stres. Sikap tidak memaafkan cenderung mengarah pada tingkat kekentalan darah yang lebih tinggi. Keadaan hormon dan darah
sebagaimana dipicu sikap tidak memaafkan ini berdampak buruk pada kesehatan.

Raut wajah, daya hantar kulit, dan detak jantung termasuk yang juga diteliti ilmuwan dalam kaitannya dengan sikap memaafkan. Sikap tidak memaafkan memiliki tingkat penegangan otot alis mata lebih tinggi, daya hantar kulit lebih tinggi dan tekanan darah lebih tinggi. Sebaliknya, sikap memaafkan meningkatkan pemulihan penyakit jantung dan pembuluh darah.

Kesimpulannya, sikap tidak mau memaafkan yang sangat parah dapat berdampak buruk pada kesehatan dengan membiarkan keberadaan stres dalam diri orang tersebut. Hal ini akan memperhebat reaksi jantung dan pembuluh darah di saat sang penderita mengingat peristiwa buruk yang dialaminya. Sebaliknya, sikap memaafkan berperan sebagai penyangga yang dapat menekan reaksi jantung dan pembuluh darah sekaligus memicu pemunculan tanggapan emosi positif yang menggantikan emosi negatif.

Memaafkan bagi Kesehatan Jiwa
Selain kesehatan raga, orang yang memaafkan pihak yang mendzaliminya mengalami penurunan dalam hal mengingat-ingat peristiwa pahit tersebut. Dalam diri orang pemaaf, terjadi pula penurunan emosi kekesalan, rasa getir, benci, permusuhan, perasaan khawatir, marah dan depresi (murung).

Di samping itu, kajian ilmiah membuktikan bahwa memaafkan terkait erat dengan kemampuan orang dalam mengendalikan dirinya. Hilangnya pengendalian diri mengalami penurunan ketika orang memaafkan dan hal
ini menghentikan dorongan untuk membalas dendam.

Harry M. Wallace dari Department of Psychology, Trinity University, AS mengatakan di Journal of Experimental Social Psychology: “Interpersonal consequences of forgiveness: Does forgiveness deter or encourage repeat offenses?” (Dampak Memaafkan terhadap Hubungan Antar-manusia: Apakah Memaafkan Mencegah atau Mendorong Kedzaliman yang Terulang?). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa menyatakan pemberian maaf biasanya menjadikan orang yang mendzalimi si pemaaf tersebut untuk tidak melakukan tindak kedzaliman serupa di masa mendatang.

Obat Memaafkan
Kini, di negara negara maju banyak dilakukan eksperimen memaafkan dalam penanganan sejumlah pasien penyakit berbahaya. Terbukti bahwa:
– 10 minggu pengobatan dengan menggunakan “sikap memaafkan” mengurangi gangguan kerusakan aliran darah otot jantung bagi penderita penyakit jantung koroner
– Rasa sakit kronis pada punggung berkurang bagi mereka yang mempunyai sikap pemaaf yang besar.

Kampanye Memaafkan
Kini terdapat gerakan memaafkan yang dipimpin oleh Everett L. Worthington Jr., profesor psikologi di Virginia Commonwealth University, AS. Gerakan yang bersitus di www.forgiving.org ini menyediakan informasi seputar hasil penelitian memanfaatkan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.

Nuri Kamaliah dan Irwan Nuryana dalam makalahnya Hubungan Antara Kesabaran dengan Memaafkan dalam Pernikahan, menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara kesabaran dengan memaafkan dalam pernikahan, semakin sabar suami atau istri maka akan semakin mampu untuk memaafkan suami atau istrinya dan sebaliknya semakin kurang sabar suami atau istri maka semakin tidak mampu untuk memaafkan suami atau istrinya. Alat ukur yang digunakan adalah skala memaafkan yang mengacu pada teori McCullough yang dimuat di Journal of Personality and Clinical Psychology: Forgiveness as Human Strenght: Theory, Measurement, and Links to Well – Being, serta skala kesabaran yang mengacu pada Al Jauziyah Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur (2006)

Nampaknya, ilmu pengetahuan modern semakin menegaskan pentingnya anjuran memaafkan sebagaimana diajarkan agama. Di dalam Al Qur’an, Hadits maupun teladan Nabi Muhammad SAW, memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang mendzalimi merupakan perintah yang sangat kuat dianjurkan. Salah satu ayat berkenaan dengan memaafkan berbunyi:

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang – orang zalim.” (QS. Asy Syuuraa, 42:40)

sumber: Harian Republika
gambar: outlawjimmy.com
memaafkan adalah kebutuhan

Leave a Reply

Your email address will not be published.