Manajemen Eksekusi, apa itu?

Manajemen Eksekusi, apa itu?

Manajemen eksekusi, makhluk apa itu?

Eksekusi sebenarnya bukan hal yang baru bagi kita. Sejak kecil kita sudah belajar mengeksekusi atau melakukan sesuatu. Sebutan eksekusi sekarang menjadi lebih wow dengan sebutan manajemen eksekusi. Ia naik kelas karena ternyata ada hal-hal yang dulu tak disadari dan diabaikan ternyata kini menjadi penting karena ia merupakan kunci dalam menyelesaikan sesuatu. Pasti masih pada ingat kan dulu kita mengenal telur dadar polos atau paling banter ditambah potongan cabe dan bawang merah; telur dadar pedas. Kini barang yang sama, dengan bahan baku yang tidak jauh berbeda, harga bisa berbeda, jauh. Telur dadar kini dikenal dengan nama omelette, lebih cantik & berkelas dengan tambahan beberapa bahan-bahan lain.

Demikian pula dengan eksekusi. Tengoklah lagu di atas. Itu salah satu lagu yang dulu sering kita dengar waktu kecil. Cobalah lihat lagi bait-baitnya. Itu adalah bait-bait tentang eksekusi: Kata-kata: mandi, menggosok gigi, membersihkan, adalah kata-kata eksekusi, kata-kata kerja, verb. Kini eksekusi menjadi sesuatu yang menarik untuk diperbincangkan, didiskusikan dan dijalankan untuk memenangkan impian, memenangkan kehidupan…

Daya tarik eksekusi kini luar biasa. Ia lebih dari sekedar tindakan yang dilakukan di waktu pagi seperti lagu Bangun Tidur karangan Pak Kasur di atas. Tetapi sudah berkembang ke dalam program-program pengembangan organisasi di organisasi-organisasi besar. Ada parameter-parameter kinerja yang lebih terukur. Ada syarat-syarat eksekusi yang harus dipenuhi. Ada pakem-pakem wajib yang tak boleh dilewatkan.

Sama juga dengan omelette, ada bahan-bahan yang dulu tidak dimasukkan ke dalam telur dadar biasa. Kini ada potongan paprika, smoke beef, keju, sosis, dan lain-lain. Hmmm… pasti lebih lezat. Namun begitu, kadang rasa ada rindu akan telur dadar yang dulu, yang polos dan bersahaja.

Setelah bangun pagi, kita juga dikenalkan dengan eksekusi. Berangkat sekolah! Ada ritual berbaris di depan sekolah, ada upacara setiap senin pagi. Barang siapa yang terlambat akan dihukum. Yang tidak terlambat, hmm.. ya sudah, itu sesuai peraturan. Ketika guru masuk kelas, semua murid akan berdiri menghormati, setelah itu baru pelajaran pertama dimulai.

Menginjak kuliah, sama juga, kita tak lepas dari eksekusi. Eksekusi baru terasa ‘eksekusinya’ ketika mau ada ujian. Maka sistem yang sudah ampuh berpuluh tahun- meski tak baik karena tingkat kegagalannya yang besar- pun digunakan: SKS. Sistem Kebut Semalam. Besok ujian, malam ini belajar sampai pagi. Reward-nya, jika nilai bagus akan menyenangkan. Punishment-nya, jika hasilnya pas-pasan dan malas mengulang, nilai akan terpampang di ijazah sepanjang masa!

Sadarkah kita bahwa hal sederhana sesederhana SKS ternyata masih bisa kita lihat sekarang dampaknya? “Ah, harusnya nilainya bisa lebih baik dari ini nih…” “Coba dulu aku gak gitu…” atau

“Coba dulu kita …. Pasti sekarang kita…”  Ah sudahlah.

Mari kita ‘bagusin’ saja yang ada di masa depan.

“Emang bisa?”

“Kenapa ngga?”

Karena ada yang bilang gini..

“Kita menjadi seperti hari ini karena apa yang kita lakukan di masa lalu.”

Artinya… masa depan bisa kita ‘cetak, bikin, tentukan, gambar, format, layout, dll’ mulai hari ini. Tentunya dengan batas-batas manusiawi. Setuju?

Maka disinilah kita sekarang. Di dunia kerja yang tidak terlepas dari eksekusi. Setiap hari.

Dead line yang ngotot minta diselesaikan duluan, pekerjaan rutin yang menarik-narik minta diutamakan dan tatapan para stakeholders meski tak bicara namun butuh ekstra perhatian, dan lain-lain yang kesemuanya bertempur di tengah waktu yang sama yang semakin hari terasa semakin sedikit dan sempit. Maka mulailah Anda membawa makanan Anda kedepan komputer, merelakan istirahat siang  karena pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan, jarang bergerak, tekanan darah naik.

“Emang mau, hidup begini terus?  Ikhlas? Yakin?  Gak nyesel?  Beneran?”

“Boleh nanya, Mas?”

“Boleh.”

“Sebelum lebih jauh bahasannya, saya mau nanya. Jadi sederhananya manajemen eksekusi apa ya?”

“Eh, hampir lupa. Untung diingetin. Mas suka fotokopi kan?”

Ia mengangguk.

“Biasanya fotokopi dimana?”

“Di deket rumah.”

“Ada tuh, tempat fotokopi yang branded. Hampir semua dindingnya warnanya oranye. Mottonya sama dengan jawaban atas pertanyaan mas.”

“Apa tu mas?” tanya dia.

“Getting things done.”

Sumber: Win Your Life, Iwan Pramana, Indra Budiman, Yanuar Hamzah. Gambar: processmodelcanvas

Leave a Reply

Your email address will not be published.