Belum Siap Di Coaching? Ini Tandanya

Belum Siap Di Coaching? Ini Tandanya

Belum siap di coaching. Tidak semua orang siap untuk di coaching. Ada beberapa sebab tentunya. Bahkan di level eksekutif. Nah, di artikel ini kita akan membahas tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang eksekutif belum siap di coaching. Mengenai belum siap di coaching ini disampaikan oleh Matt Brubaker & Christ Mitchell dalam Harvard Business Review. Mereka berdua mengatakan bahwa ada 4 tanda yang perlu dicermati untuk melihat apakah seseorang eksekutif itu belum siap untuk di coaching. Kenapa ini jadi penting? Salah satunya adalah faktor biaya. Di Amerika Serikat, dalam setahun biaya investasi untuk melakukan coaching di level eksekutif mencapai USD 100.000. Dengan kurs Rp. 14.000, maka itu sama dengan 1.400.000.000 rupiah. Gede banget ya. Berikut 4 tanda-tanda tersebut agar investasi yang keluarkan tak sia-sia:

1. Mereka menyalahkan faktor eksternal untuk masalah yang dihadapi. Ketika ada hal yang salah, orang orang ini menyalahkan tim mereka, sumber daya yang kurang, bahkan atasan mereka. Suatu ketika ada salah satu jajaran eksekutif yang dikenal hebat, namun ia kesulitan ketika berhadapan dengan para bawahannya. Beberapa orang dari direktur menyarankan kepadanya untuk mencari seorang coach untuk membantunya. Setelah beberapa sesi ternyata tidak banyak perubahan yang terjadi. Coach mendapatkan informasi yang sangat sedikit. Akhirnya, coach mencoba cara lain. “Pak, boleh gak saya jadi observer ketika Bapak meeting dengan tim Bapak?” kira-kira begitulah kalo dibahasakan. Ketika meeting dijalankan, jelas tampak bahwa bapak kita ini ‘gak nyambung’ dengan timnya. Kata-kata yang digunakan tidak jelas, dan ketika ia pergi keluar untuk menerima telepon, para anak buahnya bisik-bisik, kayak, “Apa sih maunya? Gak ngerti aku.” Beberapa hari kemudian, ia meminta coach untuk menyampaikan kepada direksi bahwa ia mendukung sesi coaching yang dijalankan dan memberi dampak positif kepada dirinya. (Tapi gak ada hasil?? Tidak ada action plan??). Pemimpin seperti ini akan mengabaikan pendapat/kritik yang tidak sesuai dengan pandangannya. Sebelum mereka dapat melihat pandangan yang dilihat orang lain, coaching akan sia-sia.

2. Susah mencari jadwal coaching. Beberapa eksekutif mengklaim mereka menyukai coaching, tetapi anehnya sulit sekali menemukan waktu coaching. Mereka membatalkan sesi pada menit terakhir, menjadwal ulang terus-menerus, atau, ketika mereka muncul, di wajahnya terlihat jelas terganggu oleh kehadiran coach. Mereka tidak ada waktu untuk coaching. Ada seorang insinyur yang sangat brilian, yang telah dipromosikan 3 kali dalam 4 tahun, dan pada saat ia hampir berusia 30 tahun ia menjadi presiden grup di perusahaan manufaktur A.S. Rajin, rendah hati, dan pintar. Dia bisa menyelesaikan masalah teknis yang pelik hanya dengan spidol dan papan tulis. Meskipun ia mahir dalam aspek teknis pekerjaannya. Ia sekarang memiliki 20 orang yang melapor kepadanya. Ia tidak tahu cara mengelola orang-orang itu. Setelah 3 bulan coaching, atasannya tidak melihat ada perubahan yang signifikan dalam mengelola timnya. Ia sering berdalih tidak punya waktu, sibuk, apalagi meningkatkan kemampuan diri untuk mengelola orang lain.

3. Fokus pada tips & taktik untuk hasil yang cepat. Beberapa eksekutif sangat bersemangat dalam proses coaching. Tapi ketika sampai pada pertanyaan-pertanyaan kunci, mereka belum siap untuk tingkat awareness yang lebih tinggi. Mereka mau merubah behavior, tapi bukan belief. Mereka adalah orang yang bertipe quick fix. Mereka merasa frustasi ketika coach mulai bertanya mengenai pertanyaan yang bersifat refleksi diri. Kadang mereka balik bertanya,”Anda kan coachnya, Anda kasi tahu saya lah.” Mereka tidak tertarik untuk mengatasi self limiting belief diri mereka sendiri.

Ketiga hal di atas adalah yang disampaikan oleh Matt Brubaker & Christ Mitchell. 1 hal lagi dari artikel aslinya bisa Anda baca di sini. Intinya gini, jangan buang-buang waktu, biaya dan tenaga jika orang tersebut belum siap untuk di coaching. Carilah metode lain yang bisa diterima olehnya. Bisa training atau mentoring. Investasikan anggaran coaching Anda pada orang-orang yang menunjukkan kemauan dan kapasitas untuk berubah, dan Anda akan mendapatkan pengembalian investasi yang jauh lebih baik.

gambar: freepik.com

Tagged with

Leave a Reply

Your email address will not be published.